FOTOHEADLINEHUKUM & kRIMINAL
Kasus Mafia Bola: Satgas Tetapkan 11 Tersangka, 6 Ditahan
JAKARTA, ViralKata.com – Selama ini sepakbola Indonesia tak pernah menang dan meraih prestasi membanggakan di ajang internasonal, karena ada tudingan ketidakberesan dalam management maupun setiap pertandingan. Bahkan, masyarakat pecinta sepak bola kian resah dengan praktik match fixing dalam laga sepak bola nasional.
Informasi terkait adanya mafia yang mengatur pun mengapung dan muncul di media sosial dan media massa, pun menggema. Suaranya semakin nyaring saat Manajer Madura FC Januar Herwanto mengungkap pernah ditawari sejumlah uang oleh anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Hidayat, di program televisi “Mata Najwa”. Sejurus kemudian, muncul kesaksian-kesaksian lainnya terkait praktik perbuatan curang itu.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun membentuk satuan tugas (Satgas) untuk mengungkap perkara itu dari sisi hukum. Berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor 3678, tertanggal 21 Desember 2018, Satgas ini dipimpin Brigjen Hendro Pandowo selaku ketua dan Brigjen Khrisna Murti sebagai wakilnya, serta diawaki 145 orang anggota yang dibagi dalam lima tim.
Usai dibentuk, satgas langsung tancap gas mengumpulkan data-data terkait adanya dugaan praktik pengaturan skor yang dilakukan mafia sepak bola. Termasuk membuka call center untuk menerima informasi atau aduan.
Salah satu laporan yang masuk adalah dari Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani, penyidik kemudian melakukan konstruksi hukum, kemudian meningkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.
Pada tahap pertama, satgas menetapkan empat orang tersangka yakni anggota Exco PSSI Johar Lin Eng, mantan anggota Komite Wasit PSSI Priyanto, Anik Yuni Artikasari, dan mantan anggota Komisi Disiplin PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih. Kemudian, menyusul wasit Nurul Safarid.
Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Sepak Bola, terus bekerja melakukan penyelidikan dan penyidikan guna memerangi mafia yang melakukan tindakan pengaturan skor atau match fixing di sepak bola Tanah Air. Hingga Sabtu (26/01), total ada 11 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Enam di antaranya, telah ditahan.
“Tersangka semua totalnya ada 11 orang. Ya, enam orang sudah dilakukan penahanan,” ujar Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono dalam keterangan resminya, Sabtu (26/01).
Menyoal apa saja bukti-bukti yang dikantongi penyidik sehingga menetapkan 11 orang sebagai tersangka, Argo menuturkan, ada beberapa bukti seperti keterangan saksi, bukti petunjuk dan lainnya. “Intinya ada bukti permulaan yang cukup, keterangan saksi, bukti petunjuk (rekaman keterangan saksi, bukti transfer, buku rekening dan lainnya),” katanya.
Para tersangka itu, dikenakan Pasal 378 KUHP terkait tindak pidana penipuan dan Pasal 372 tentang penggelapan dan atau Undang-undang Nomor 11 Tahun 2018, dan atau Pasal 3, 4, 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Seiring berkembangnya penyelidikan dan penyidikan, satgas membuat laporan model A terkait kasus pengaturan skor atau match fixing yang dilaporkan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani. Laporan baru itu, berkaitan dengan dugaan “main mata” antara Vigit Waluyo dengan Dwi Irianto alias Mbah Putih supaya mendongkrak PS Mojokerto Putra naik kasta ke Liga 2 dari Liga 3 Indonesia.
Mbah Putih diduga menerima dana sebesar Rp 115 juta dari Vigit untuk memenangkan PS Mojokerto Putra agar bisa hijrah ke Liga 2. Setelah melakukan gelar perkara penyidik akhirnya menetapkan Vigit sebagai tersangka.
Satgas yang dipimpin Brigjen Khrisna Murti, pun telah memeriksa Vigit sebagai tersangka di Mapolda Jawa Timur, Kamis (24/1) kemarin. Manajer PSMP Mojokerto itu pun mengakui telah meminta bantuan kepada Mbah Putih supaya PSMP Mojokerto lolos ke Liga 2.
Laga 8 Besar Piala Suratin
Selain menelusuri laporan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi, seiring berjalannya waktu penyidik menerima laporan dari Manajer Perseba Bangkalan Imron Abdul Fattah terkait dugaan kasus penipuan pengaturan pelaksanaan atau penetapan tuan rumah laga 8 Besar Piala Suratin 2009.
Kronologi kasus bermula ketika korban Imron mengajukan permohonan kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), melalui Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI), untuk menjadi tuan rumah pertandingan 8 Besar Liga Remaja (Piala Suratin) Seri Nasional 2009.
Selanjutnya, korban bertemu dengan HS selaku Ketua Pengda PSSI Jawa Timur di Surabaya. Pada saat itu, HS meminta sejumlah uang sebesar Rp 140.000.000 sebagai syarat meloloskan Perseba menjadi tuan rumah pertandingan.
Korban kemudian, mentransfer uang tanggal 05 Oktober 2009 sebesar Rp 40.000.000. Kemudian, Rp 25.000.000 pada tanggal 13 Oktober 2009 dan Rp 50.000.000, tanggal 6 November 2009. Selanjutnya, pada bulan November saat korban berada di Jakarta dihubungi oleh terlapor IB selaku Ketua BLAI meminta kepada korban uang sebesar Rp 25.000.000 sebagai tambahan uang untuk persetujuan pelaksanaan pertandingan 8 Besar Piala Suratin. Kemudian, korban mentransfer ke rekening terlapor IB sesuai dengan yang diminta.
Usai laga 8 Besar Piala Suratin, korban baru mengetahui kalau sebenarnya untuk menjadi tuan rumah tidak ada ketentuan melakukan pembayaran. Kemudian, korban melaporkan kasus itu ke Satgas Antimafia Bola dengan nomor laporan polisi LP/01/I/2009/Satgas, tanggal 7 Januari 2019, terkait Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau dan atau Pasal 3, 4, 5, Undang-undang Republik Indoneisa Nomor 8 Tahun 2010.
Penyidik telah meningkatkan status laporan itu dari penyelidikan ke penyidikan untuk mengungkap siapa tersangka dalam kasus ini. Namun, hingga saat ini penyidik belum memeriksa IB.
Periksa Petinggi PSSI
Satgas Antimafia Bola, juga memeriksa sejumlah petinggi PSSI untuk mengungkap praktik match fixing. Awalnya, satgas memeriksa Bendahara Umum PSSI Berlinton Siahaan sebagai saksi, terkait kasus dugaan pengaturan skor atau match fixing, Senin (14/1) lalu.
Kemudian, Satgas juga telah memeriksa Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Sekjen PSSI) Ratu Thisa Destria, sebagai saksi kasus dugaan pengaturan skor yang dilaporkan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani. Ratu Tisha menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 13 jam, mulai dari pukul 17.00 WIB, Rabu (16/1) hingga pukul 06.30 WIB, Kamis (17/1). Salah satu pertanyaan yang diajukan penyidik seputar penunjukannya sebagai Sekjen PSSI.
Terakhir, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI Joko Driyono, turut dipanggil sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan pengaturan skor atau match fixing yang dilaporkan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani, Kamis (24/1).
Penyidik memeriksa Jokdri -panggilan akrab Joko Driyono-, selama kurang lebih 11 jam. Ia datang pukul 11.00 WIB, dan baru keluar dari Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, sekitar pukul 22.00 WIB. Ada 45 pertanyaan diberikan penyidik kepadanya seputar struktur, fungsi, kewenangan, dan sistem manajemen PSSI. Termasuk, budgeting pencarian uang.
Sementara itu, pada saat menemani Jokdri menjalani pemeriksaan, Sekjen PSSI Ratu Thisa menyampaikan, PSSI siap membantu satgas membongkar praktik pengaturan skor atau match fixing. Federasi sepak bola Tanah Air itu, berkomitmen akan memerangi match fixing baik dari sisi hukum pidana maupun hukum organisasi.
“PSSI pada prinsipnya solid, satu kesatuan bahwa setelah kongres harus melakukan banyak perbaikan termasuk rencana MoU dengan kepolisian mengenai elemen pidana match fixing juga elemen keamanan sepak bola, area pembinaan fans, dan lain-lain,” katanya seperti dikutip Berita satu.com
Ia menyampaikan, ada dua sisi yang berjalan. Satu sisi elemen pidana match fixing dilakukan polisi, sisi lainnya adalah elemen hukum keolahragaan.
“Perlu dibedakan ada dua sisi yang berjalan. Sisi kanan adalah elemen pidana match fixing yang dilakukan kepolisian dan PSSI tak bisa jangkau itu, sisi lainnya adalah elemen hukum keolahragaan yaitu, identifikasi match fixing di mana dimotori Ad Hoc Integrity dan seluruh hasil investigasi akan diberikan ke Komisi Disiplin untuk ditindaklanjuti,” tandasnya.
Masyarakat berharap satgas mampu memberantas pelaku match fixing yang mencoreng nilai fair play dalam laga sepak bola, dan memprosesnya secara hukum pidana. Sehingga fair play dapat ditegakkan. Sebab sejatinya hasil pertandingan baru diketahui setelah laga berakhir, bukan sebelum pertandingan dimulai. (R3)