JEMBER-VIRALKATA-COM-Keluarga besar Universitas Islam Jember (UIJ) akhirnya lega. Setelah hampir lima bulan tak memiliki rektor definitif, bulan Mei lalu (23/5), Senat Universitas akhirnya memilih H. Abdul Hadi, sebagai nakhoda baru kampus milik NU Jember itu.
Kasak-kusuk siapa yang bakal memimpin kampus milik NU Jember, akhirnya terjawab Sabtu malam lalu. Sebanyak 17 anggota senat universitas, plus lima suara milik Yayasan Pendidikan NU (YPNU) menggunakan hak pilihnya di Ruang Ulum, AA, lantai dua UIJ.
Dari 22 suara yang masuk panitia pemilihan rector (pilrek). Abdul Hadi menang tipis atas rival utamanya, Drs H Lukman Yasir, MSi, yang tak lain adalah Wakil Rektor II UIJ sekarang. Hadi (panggilan akrabnya) mendapat 11 suara, sementara Lukman hanya mendapat sepuluh suara, dan M. Zaidan tak mendapat suara sama sekali.
Kemenangan Hadi sebenarnya memang sudah diduga, apalagi pada tahap pertama awal tahun 2015 lalu, dia sebagai calon tunggal. Saat itu, sejumnlah kandidat, termasuk Lukman Yasir, dinyatakan tidak memenuhi persyaratan administrasi. Di antaranya mereka belum memiliki komor induk dosen nasional (NIDN).
Karena hanya calon tunggal, pemilihan rektor akhirnya ditunda hingga Sabtu (23/5). Dari enam kandidat yang disebut-sebut akan maju, akhirnya tinggal tiga orang. Yakni, Lukman Yasir, Abdul Hadi, dan M,. Zaidan. Baik Lukman maupun Hadi diperkirakan akan “bertarung seru”, lantaran sama-sama kuat.
Kedua kader nahdliyin itu memang sama-sama dikenal luas oleh warga NU Jember. Selain aktif di omas keagamaan (NU), keduanya juga mantan politisi berbasis NU. Bedanya, Lukman masuk jajaran DPC PKB, sementara Hadi hanya tingkat anak cabang (PAC). Jika Lukman pernah dua kali menjadi legislator, Hadi dua kali pula menjadi calon legislator.
Banyak pihak meperkirakan Lukman akan meraih kemenangan lebih mudah daripada Hadi, lantaran pengalaman organisasi dan kedekatannya dengan elite NU. Namun, Hadi memiliki sejumlah kelebihan, termasuk satu-satunya calon yang berasal dari alumni UIJ. “Kini Pak Hadi adalah rektor pertama dari alumni sendiri,” jelas, Samanhudi, kawan dekat Hadi.
Banyak pihak menjuluki ayah lima anak kelahiran Mayang itu sebagai “spesialis calon”. Yakni, mulai calon legislator (dua kali), calon kades, calon bupati (versi media), hingga akhirnya benar-benar menjadi calon rektor, sekaligus memenanginya.
Di kalangan karyawan dan staf pengajar UIJ, nama Abdul Hadi tidak asing lagi. Selain merupakan mahasiswa perintis (angkatan kedua), dia juga dikenal sederhana, namun semangatnya dalam belajar layak diteladani.
Betapa tidak, meski dari keluarga buruh tani, Hadi, panggilan akrabnya, tak pernah surut dalam mencari ilmu. Itu dibuktikan ketika menjadi mahasiswa UIJ, dia rela merangkap tukang sapu di kampusnya. “Lumayan bisa untuk membantu bayar kuliah,” ujarnya .Bukan itu saja, Hadi juga rela disuruh apa saja, asal bisa menunjang kuliah. Termasuk mengabseni dosen-dosen yang mengajar, karena tak sempat teken absensi lantaran keterbatasan waktu dan fasilitas.
Usai tamat Aliyah di kampungnya , Mayang tahun 1980-an, Hadi sebenarnya ingin kuliah di IAIN Jember. Namun karena terbentur biaya, dia terpaksa bekerja serabutan. Termasuk menjadi tenaga penarik retribusi jalan bagi kendaraan yang keluiar-masuk wilayah Kecamatan Mayang.
Begitu mendengar ada UIJ, Hadi mencoba ingin daftar sebagai mahasiswa. Padahal, saat itu juga tak memiliki bekal biaya yang memadai. “Saya memilih UIJ karena biayanya murah. Bahkan disanggupi ada beasiswa,” tuturnya.
Benar juga, selain nyambi sebagai tukang sapu kampusnya, Hadi akhirnya mendapat beasiswa. Maklum, prestasi akademik pria tiga bersaudara itu memang cukup bagus. Bahkan ketika diwisuda sebagai mahasioswa Fisip (1990), dia menyandang sebagai wisudawan terbaik.
Setelah lulus Fisip, status Hadi sedikit naik menjadi tenaga tata usaha (TU) UIJ. Di situlah dia mendapat banyak pengalaman dan ilmu tentang administrasi akademik.
Menyadari sebagai lulusan ilmu politik perlu ditunjang ilmu lain, maka Hadi kembali kuliah di fakultas hukum UIJ. Sebab, berpolitik tanpa mengenal ilmu hukum, dianggapnya kurang sempurna. “Saya melihat ilmu politik dan hukum sangat erat kaitannya,” akunya.
Karena kinerjanya di bidang TU cukup bagus, Hadi kemudian diangkat menjadi dosen Fisip tahun 1995. Lagi-lagi, Hadi tak puas dengan dua disiplin ilmunya. Sebab, untuk bisa mengajar dengan baik, harus disertai ilmu metodologi mengajar.
Karena itu, ayah lima anak (perempuan semua) ini daftar sebagai mahasiswa di FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Penddikan) Moh. Sroeji. Tujuannya, tak lain ingin memperdalam ilmu metodologi mengajar, sehingga mampu memberikan yang terbaik bagi mahasiswa.
Puaskah dia dengan tiga gelar yang disandangnya? Ternyata belum. Karena statusnya sebagai dosen., mau tak mau harus ditunjang dengan gelar akademik yang relevan. Maka dia pun mjenempuh S2 di Unieverasita Jember jurusan MSPM, dan luluas tahun 2007.
Dengan demikian aktivis sebuah partai politik itu kini menyandang empat gelar sekaligus. Yakni, menjadi Drs Abdul Hadi, SH, SPd, MM. Suatu gelar yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebab, kuliahnya pun hanya bondo nekat, dan semangat.
Meski demikian, hingga kini tetap saja penampilan Hadi sederhana, dan dekat dengan siapa saja. Bahkan tidak jarang pria tiga bersaudara ini cawe-cawe urusan kecil di kampusnya. Misalnya, memasang spanduk, bersih-bersih kamar mandi, dan angkat-angkat meja-kursi, seperti halnya masih mahasiswa dulu.
Pengabdiannya di kampus UIJ bagi Hadi memang segalanya. Selain merasa dibesarkan dari kampus milik Yayasan NU, dia juga ingin membesarkan almamaternya. “Sepanjang masih dibutuhkan, saya akan total mengabdi di UIJ,” kilahnya. (sh)