
JEMBER-VIRALKATA.COM-Mungkin ini salah satu dampak dari pemilihan kepala daerah yang dipilih secara langsung. Setelah si caalon menapaki sukses sebagai bupati, maka dia tidak akan melupakan perjuangan dan dukungan teman maupun kroninya.
Seperti yang terjadi di kabupaten Jember dalam pilkada lima tahun silam, telah menorehkan catatan kelam birokrasi yang penuh trik dan sekaligus intrik. Perilaku korup yang terbalut KKN kencang berhembus dari hingga tercium oleh semua anggota legislatif (DPRD Jember), yaitu ‘pemaksaan’ jasa konsultansi perencanaan atas semua proyek yang ada di lingkungan pemkab Jember.
Dr.Faida, M.MR, sebagai petahana (incumben) diakui banyak pihak masih memiliki kekuatan berupa popularitas dah elektabilitas yang cukup tinggi. Faida selaku petahana sangat cerdik untuk memanfaatkan program-program pembangunan yang berasal dari sumber dana APBD/APBN untuk pencitraan dirinya.
Miftahul Munir, M.Si peneliti PRC (Politica Research and Consulting) pada tim viralkata.com mengungkapkan bahwa hal-hal tersebut akan menjadi PR tersendiri bagi para parpol. Parpol harus bisa mengawal isu-isu cacat Faida ke seluruh aspek masyarakat, entah bagaimanapun caranya..
Menurut Munir, Parpol harus benar-benar mempunyai strategi yang bisa menembus segala aspek masyarakat secara luas jika ingin memenangkan calon yang diusungnya dalam pilkada kali ini. Mesin politik Parpol harus mampu menjeaskan secara masif tentang apa yang sebenarnya terjadi pada sorang petahana Faida. Jalan yang dilakukan Parpol terus menerus mensosialisasikan lewat tatap muka atau media kepada masyarakat sehingga paham tentang cacat Faida.
Ada setempuk masalah yang mengepung Faida, mulai dari soal tidak mampunya Faida berkumunikasi dan menjalin kerjasama dengan DPRD yang berujung pemakzulan, gagalnya Perda APBD Jember 2021, cacat disklaimer yang diberikan oleh BPK, sanksi Gubernur Jatim terhadap pencabutan 6 bulan gaji dan semua fasilitas sebagai bupati Jember, tata kelola yang buruk terhadap kepegawain di lingkungan pemerintah daerah, munculnya kasus-ksus dugaan korupsi yang melibatkan orang-orang dekat Faida, buruknya kualitas pekerjaan proyek pembangunan yang mangkrak dan ambruk. Serta masih banyak lagi daftar cacat Faida yang lain.
Seperti yang telah dimuat Majalah VIRALKATA edisi perdananya sebulan silam, indikasinya merebak hingga ke pengadilan tindak pidana korupsi Surabaya yang telah menyeret kasus pembangunan revitalisasi Pasar Manggisan Tanggul yang merugikan keuangan negara hingga milyaran rupiah.
Orang yang disebut- sebut sebagai teman dekat bupati Faida tersebut tak lain adalah direktur PT Maksi Solusi Enjinering (PT MSE) Irawan Sugeng Widodo alias Dodik yang sejak Faida menjabat sebagai bupati selalu mendapat rejeki nomplok, berupa ratusan paket pekerjaan konsultan perencana (pembuat gambar) proyek rehabilitasi pasar, kantor camat, ruang terbuka hijau (RTH), sekolah, pusat kesehatan puskesmas/ pusat kesehatan masyarakat pembantu, hingga Rumah Sakit.
Gedung- gedung Runtuh
Mungkin karena banyaknya pekerjaan, sehingga penghitungan kualitas bangunan hasil rancangan kroni Faida itu akhirnya banyak yang kualitasnya buruk bahkan berakibat ambruknya beberapa bangunan yang sedang dikerjakan. Sebut saja gedung kantor camat Jenggawah, SD Keting 2 kecamatan Jombang, Puskesmas di Gumukmas, Kaliwates dan beberapa bangunan lainnya yang rawan ambruk.
Memang, penyebab ambruk atau runtuhnya beberapa bangunan fasilitas negera itu mutlak dikarenakan kesalahan perencanaan semata, bisa jadi juga terjadi karena kelemahan konsultan pengawasan atau bahkan akibat kesalahan pelaksana. Namun bila kita simak kualitas perencanaan yang dilakukan sangat kentara sekali amburadulnya. Sehingga banyak pelaksana ketika akan melaksanakan pekerjaannya selalu ada revisi; baik luasan gambar dan luasan lahan, bahkan tak jarang gambarnya tidak lengkap sehingga ada addendum tambah kurang volume dan biaya.
“Hal itu memang sering terjadi di lapangan mas. Seperti gambar yang ada di lokasi pasar Mangli, Manggisan bahkan kantor Camat Jenggawah antara luasan di gambar dan lahan yang akan dijadikan bangunan samasekali tidak sama. Misalnya di pasar Mangli, luasan gambarnya nabrak luasan lahan yang akan di bangun. Di kantor Camat Jenggawah juga begitu, kalau mengikuti gambar akan memakan tanah/ lahan milik Koramil,” ujar salah seorang rekanan menuturkan kepada VIRALKATA.
Rupanya, tambah sumber VIRALKATA yang keberatan disebutkan namanya itu menuturkan, “Saya meyakini perencananya tidak melakukan survey ke lokasi, mereka hanya melihat denah lokasi tanah sesuai laporan bagian asset. Akibatnya, pasti amburadul”.
Terhitung sejak pelaksanaan pembangunan sarana/ prasarana milik pemkab Jember sejak tahun anggaran 2017, semua pekerjaan konstruksi biaya konsultan perencananya dibuat sama antara proyek yang nilainya Rp 700 juta- Rp 5 milyar yaitu sebesar Rp 49.950.000/ paaket.
Kenapa demikian? Ternyata semua pekerjaan yang nilainya di atas Rp 700 juta pembuatan gambarnya selalu dikerjakan oleh si kroni dengan pola penunjukan langsung. Sebab, menurut ketentuan Perpres Nomor 54/ 2010 yang kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 70/ 2012 dan Perpres Nomor 16/ 2018 tentang pengadaan barang dan jasa biaya perencanaan ditentukan sebesar 3 persen dari nilai proyek (setara 30 juta untuk pekerjaan yang nilainya mencapai Rp 1 milyar).
Pada tahun 2017 hingga tahun 2018, bagi proyek konsultansi yang pagunya di bawah Rp 50 juta dapat dilakukan secara penunjukan langsung, sementara di atas Rp 50 juta harus dilakukan pelelangan. Namun pada tahun 2019 pagu untuk penunjukan berubah menjadi Rp 100 juta.
Kenyataannya? “Semua biaya pekerjaan konsultan perencana pada tahun 2017- 2018 angkanaya dibuat sama, yaitu Rp 49.950.000/ paket. Ini kan namanya pemaksaan kehendak sehingga meelanggar ketentuan perundangan. Makannya, bila pekerjaan konstruksi pada era bupati Faida ini menjabat, pengguna manfaat waswas akan runtuhnya bangunan tersebut,” ujar Edy (Black) Purwanto salah seorang tokoh LSM jember menuturkan kepada VIRALKATA.
Rumah Sakit Soebandi
Yang paling ironis, akibat membabi butanya seorang bupati yang menginginkan kroninya untuk bekerja sebagai konsultan perencaana dengan pola penunjukan dan memonopoli, lagi- lagi ‘kebijakan’ sesat dilakukan dengan mengabaikan peraturan perundangan yang berlaku. Yaitu untuk pembangunan gedung rawat inap di RSD Soebandi, biaya konsultannya sebesar Rp 460.000.000 dan dananya diambilkan dari dana BLUD. Cilakak!
Seperti diketahui, pembangunan gedung rawat inap 4 lantai di rumah sakit daerah (RSD) Soebandi Jember sejak tahun 2018 mendapat kucuran dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 15.786.160.000.
Ironisnya, dana sebesar Rp 15 milyar lebih itu oleh pemkab Jember 100 persen untuk belanja jasa konstruksi. Sedangkan untuk jasa konsultansi yang terdiri dari Perencanaan dan Pengawasan diambilkan dari dana RSD dr Soebandi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) untuk Perencanaan sebesar Rp 460.000.000, sedangkan jasa pengawasan tidak jelas berapa nilainya.
Menurut Pedoman Teknis Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (Permendagri 61/ 2007) pada Pasal 27: 2 berbunyi; Status BLUD bertahab tidak diberikan fleksibelitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan jasa.
Pasal 63: 3; Biaya non operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup seluruh biaya yang menjadi beban BLUD dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. Ayat (4); Biaya BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola untuk membiayai program peningkatan pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung pelayanan.
Selanjutnya menurut penjelasan Pasal 71: 1; BLUD menyusun RBA tahunan yang berpedoman kepada Renstra Bisnis BLUD. Pasal 75: 1; Untuk BLUD- SKPD, RBA sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rancangan Perda tentang APBD.
Dijelaskan pula dalam Pasal 79: 1; Setelah Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ditetapkan menjadi Perda, Pemimpin BLUD melakukan penyesuaian terhadap RBA untuk ditetapkan menjadi RBA devinitif. Pasal 80: 2; PPKD mengesahkan DPA- BLUD sebagai dasar pelaksanaan anggaran.
Pasal 93: 1; BLUD tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Kepala Daerah. Pasal 95: 2; Pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran sesuai RBA.
Sedangkan menurut Pasal 99: 1; Pengadaan Barang dan/ atau Jasa pada BLUD dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Dan Pasal 102; Pengadaan Barang dan/ atau Jasa yang dananya berasal dari Hibah dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pemberi Hibah.
“Dengan demikian, berarti pihak pemkab atau mungkin bupati, benar- benar telah mengabaikan ketentuan perundangan tersebut sehingga semua yang dilakukannya berpotensi sekali melanggar ketentuan perundangan. Bupati samasekali tidak taat pada peraturan Pemerintah Pusat,” tambah Edy Black tandas.
Menurut hasil temua Komisi C DPRD Jember, sejak semula Faida “berniat” melakukan perbuatan pemaksaan kehendak yang berbias KKN. Beberapa kali bupati bertempat di pendopo memerintahkan dr Benny selaku Direksi PT Medisain Dadi Sempurna Semarang untuk melaksanakan pekerjaan jasa konsultasi perencanaan Gedung Rawat Jalan empat lantai tersebut.
Pembangunan gedung rawat jalan RSD dr Soebandi didanai dari dana DAK tahun 2018, namun ada perintah dari bupati agar pekerjaan jasa konsultasi perencanaannya yang senilai 460 juta-an dilakukan pengadaan langsung tanpa melalui lelang dan sekaligus menunjuk PT Medisain Dadi Sempurna sebagai pelaksananya.
Pengalihan anggaran jasa konsultasi perencanaan dari dana DAK 2018 ke anggaran BLUD RSD dr Soebandi dilakukan untuk menghindari lelang, karena apabila menggunakan dana BLUD batas lelang adalah Rp 500 juta sedangkan anggaran perencanaan masih diangka Rp 460 juta.
Untuk proses adminitrasi SPJ dan pencairan anggaran menggunakan bendera PT Medisain Dadi Sempurna Semarang dengan Direktur Utamanya Lies Herawati. “Menurut temuan Komisi C DPRD Jember, seharusnya dana DAK RP 16 milyar itu sudah termasuk biaya jasa konsultan perencana, konsultan pengawas dan pekerjaan konstruksinya. Namun yang terjaadi kan biaya konsultan perencana dan pengawas diambilkan dari dana BLUD, perbuatan tersebut merupakan in-efisiensi,” ujar Ketua Komisi C DPRD Jeember David Handoko Seto menuturkan.
Puskesmas
Menurut pengakuan M Fariz Nur Hidayat (salah seorang karyawan PT Maksi Solusi Enjinering yang dimiliki Irawan Sugeng Widodo alias Dodik si sahabat bupati Faida, pada tahun 2017 mengetahui bahwa dr Benny, Sugeng Irawan Widodo dan Sdri Dina dipanggil oleh Faida selaku Bupati Jember ke pendopo beberapa kali, dan seringkali Dodik mengajak diskusi M fariz Nur Hidayat di salah satu ruangan rumaah sakit Bina Sehat membicarakan hasil pertemuan dengan Faida. “Diantaranya Faida meminta agar Pak Dodik menangani proyek konsultan perencanaan Puskesmas se Kab. Jember,” ujarnya menuturkan selepas hearing dengan Komisi C DPRD beberapa pekan silam.
Pada saat itu Fariz menyampaikan ketidaksanggupannya karena PT. Maksi Solusi Engineeering Semarang sebagai perusahaan baru hanya memiliki satu orang karyawan saja, sehingga tidak mungkin jika mengerjakan seluruh proyek tersebut Puskesmas se Kabupaten Jember sebanyak 50 tempat. “Pada saat itu, Pak Dodik bilang; ‘dipikir keri’ atau dipikir belakangan saja yang penting perintah bupati dilaksanakan,” tuturnya mengisahkan.
Pertemuan-pertemuan awal antara Faida dengan Sugeng Irawan Widodo, dr Benny dan Dina tidak melibatkan Fariz karena belum membutuhkan operator komputer serta belum ada gambar design yang harus dipaparkan kepada Faida selaku Bupati Jember.
Namun suatu ketika Dodik mengajak Fariz untuk menghadap Faida di pendopo dan disampaikanlah oleh Dodik bahwa Fariz adalah karyawannya yang dapat dipercaya untuk menjadi operator komputer selama paparan design nantinya. “Pada saat itu Faida mengatakan “apakah bocah ini dapat dipercaya dan tidak membuka rahasia kemana-mana?” Waktu itu Pak Dodik langsung menjawab bahwa saya adalah karyawan lama PT. Medisain Dadi Sempurna yang berprestasi sehingga dapat dipercaya,” tambahnya menuturkan.
Mulai saat itu, Fariz sering diajak rapat di pendopo bersama dengan Faida selaku Bupati Jember dan beberapa jajaran pejabat esselon 2 lainnya. Diantaranya dr Nurul Qomariah mantan Kadinkes, dr Endro Direktur RSD dr Soebandi Jember. Pada saat itu Faida selaku Bupati Jember memerintahkan agar paket pekerjaan jasa konsultasi perencana rehabilitasi Puskesmas se kabupaten Jember dilakukan dengan cara pengadaan langsung (penunjukkan langsung ke PT Maksi Solusi Engineering) walaupun nilai kontruksi proyek berkisar 2-3 Milyar per Puskesmas, hal ini untuk menghindari lelang. “Disarankan, oleh salah seorang pejabat pemkab, untuk menata alokasi mata anggaran dengan menetapkan pagu maksimal per paket pekerjaan jasa konsultasi perencana rehabilitasi Puskesmas sebesar maksimal Rp50.000.000,00 (ketentuan maksimal pada tahun 2017) dan nanti Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di angka Rp 49 jutaan,” atandasnya pula.
Praktis pada tahun 2017 Faida selaku Bupati Jember memerintahkan Sugeng Irawan Widodo untuk melaksanakan 15 paket pekerjaan jasa konsultasi perencanaan Puskesmas yang selanjutnya Dodik memerintahkan Fariz untuk melaksanakan proyek tersebut, praktis lengkap dengan meminjam CV Konsultan Perencana milik rekanan Jember dan luar kota.
Pada saat pencairan, Dodik memerintahkan kepada Fariz untuk memantau selama kurang lebih 2 minggu setelah SPJ pencairan anggaran dimasukkan ke Dinkes, dan setelah menerima informasi anggaran sudah cair dari rekanan yang dipinjam bendera, maka Fariz melaporkan kepada Dodik untuk memberikan komitment fee kepada rekanan pemilik bendera sebesar 8% dari dana yang tertransfer ke rekening pemilik bendera (setelah dipotong PPN dan PPh), sedangkan sisanya sebesar 92% dalam bentuk check untuk dimasukkan secara keseluruhan direkening penampungan milik Fariz di Bank Mandiri.
Selanjutnya, Dodik memerintahkan kepada Fariz untuk mentransfer keseluruhan dana proyek di rekening penampungan Bank Mandiri ke rekening pribadi (bukan atas nama PT Maksi Solusi Engineering) Sugeng Irawan Widodo di rekening Bank BNI 46 Jakarta, namun dilarang diberikan notifikasi dari dana proyek perencanaan Puskesmas, melainkan harus diberi notifikasi untuk; sewa alat berat, beli rumah, tanah atau mobil, dan perintah tersebut dilakukan oleh Sdr. M Fariz Nur Hidayat.
“Berdasarkan hasil penyelidikan terdapat temuan bahwa realisasi anggaran jasa konsultasi rehabilitasi Puskesmas se Kabupaten Jember yaang menggunakan dana APBD 2018 patut diduga fiktif, karena seluruh SPJ jasa konsultasi rehabilitasi Puskesmas se Kabupaten Jember tersebut dilakukan dengan cara pinjam bendera dan dengan komitmen fee sebesar 8 persen,” timpal David Handoko Seto SH, Ketua Komisi C DPRD Jember menuturkan kepada VIRALKATA.
Kualitas bangunan layanan publik di Kabupaten Jember benar-benar buruk. Buktinya, insiden gedung perkantoran runtuh kembali terjadi. Minggu, 1 November 2020 sekitar pukul 05.00 WIB, pendopo kantor Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Sumbersari ambruk. Padahal, bangunan itu baru saja direhab 3 tahun lalu.
Sebelum ambruk, hujan deras melanda disertai angin kencang mulai sore hingga malam pada Sabtu, 31 Oktober 2020. Namun, pendopo ambruk justru saat cuaca mereda. Kondisi di lokasi saat ini sangat memprihatinkan. Seluruh atap dan kerangka penyangga runtuh ke tanah. Pecahan genteng dan patahan kayu berserakan.
Dalam catatan Viralkata.com, beberapa bangunan publik mengalami hal serupa. Yakni, kantor kecamatan Jenggawah yang ambruk saat baru di kerjakan oleh kontraktor pada Desember 2019 lalu. Kemudian SDN Keting 02 di Kecamatan Jombang yang runtuh atapnya pada dua ruang kelas di bulan yang sama, hanya selang dua pekan. Padahal, saat itu baru selesai direhab hanya rentang beberapa hari. Berlanjut, runtuhnya plafon atap Puskesmas Gumukmas pada akhir September 2020 kendati usia dari waktu perbaikan hanya selang dua tahun.