HEADLINENASIONALNEWSPOLITIK

MENAKAR ELEKTABILITAS CALON PETAHANA PADA PILKADA JEMBER 2020

Catatan Kritis - Suyono HS, - Redaktur Tamu Viralkata.com- Dosen Komunikasi UMM Jember.

 

JEMBER-VIRALKATA.COM-Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun ini akan berbeda dengan beberapa Pilkada di tahun sebelumnya. Mengingat, Pilkada serentak yang akan melibatkan sekitar 270 daerah di seluruh Indonesia itu, dilaksanakan di saat negeri ini masih dilanda pandemi Covid-19. Karena itu, proses pendaftaran calon, pola kampanye, hingga pelaksaan pemilihan, pada Rabu, 9 Desember 2020, mendatang, harus tetap mengacu pada ketentuan protokol kesehatan yang ketat.

Seperti telah diumumkan KPU RI, Pilkada serentak tetap dilaksanakan tahun ini. Sekitar 106 juta pemilih, akan terlibat dalam proses Pilkada, untuk memilih calon kepala daerahnya masing-masing. Mereka tersebar dalam 270 daerah di Indonesia. Untuk Pilkada tingkat provinsi, tersebar pada 9 daerah, 224 kabupaten, serta 37 kota. Di Jawa Timur, dari 38 kabupaten/kota, sebanyak 19 kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada, salah satunya Pilkada Kabupaten Jember.

Meski dilaksanakan secara bersamaan, namun sesuai ketentuan KPU, perlakuan terhadap masing-masing daerah sangat berbeda. Artinya, pola penanganan proses pemilu, termasuk pola kampanye dan pelaksanaan Pilkada, di masing masing daerah berbeda-beda, mengikuti ketentuan Satgas Covid-19, dengan mempertimbangkan resiko penularan virus corona. Dari hasil pendataan KPU, dari keseluruhan daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak, ternyata sekitar 40 daerah masih masuk zona merah. Kemudian, 99 daerah masuk dalam zona oranye, 72 daerah zona kuning, dan 43 daerah masuk dalam kategori zona hijau.

Tentunya, masa pandemi Covid-19 ini, banyak memberi “berkah” kepada para kepala daerah yang akan maju lagi dalam Pilkada 2020, sebagai calon Petahana. Betapa tidak, para kelapa daerah bisa leluasa melakukan aktifitas “kampanye terselubung” atas nama “Satgas Covid-19” untuk melakukan banyak hal. Mereka bisa bebas turun ke masyarakat untuk memberi penyuluhan terkait penanggulangan dan pencegahan Covid-19. Hingga, turut serta menyalurkan berbagai bantuan sosial, baik yang menjadi program pemerintah daerah maupun bantuan dana sosial dari pemerintah pusat.

Dalam banyak kasus, aksi kampanye terselubung para calon petahana ini, banyak disorot media. Ini setelah bantuan sosial yang harusnya menjadi hak masyarakat dan layaknya menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, dikemas khusus dengan bungkus dan lebel foto diri Petahana, sebagai bagian dari personal branding dan upaya pencitraan sang kepala daerah. Kata pepatah, sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampoi.

Itulah modal sosial yang bisa didapat oleh calon Petahana, secara cuma-cuma. Kepala daerah yang pintar, tentu akan memanfaatkan momentum ini, untuk memperbaiki citranya di mata masyarakat. Mereka akan mengemas setiap kegiatan yang dilaksanakan –atas nama kepala daerah (Bupati, Walikota, atau bahkan Gubernur), untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kinerjanya. Efek lanjutannya adalah meningkatkan elektabilitas dan keterpilihan pada Pilkada selanjutnya.

Wajar saja, kalau tingkat elektabilitas seorang calon Petahana rata-rata di atas 50 %, saat awal dimulainya masa kampanye. Sementara, calon kepala daerah yang non-petahana, harus membrending dirinya dengan susah payah. Setidaknya sejak setahun lalu, banyak bakal calon kepala daerah (Bupati, Walikota, atau Gubernur) yang mulai mengenalkan dirinya melalui benner dan memajang foto diri di jalan-jalan atau di tempat umum. Para bakal calon berlomba, dengan berbagai jurus komunikasi strategis yang mereka punyai. Dengan satu harapan, mereka lebih dikenal masyarakat pemilih dan elektabilitasnya akan terus meningkat.

Komunikasi Strategis

Sebenarnya seberapa penting peran perencanaan komunikasi strategis dalam keberhasilan membrending bakal calon? Dari sudut pandang teori komunikasi, komunikasi strategis merupakan komunikasi yang mampu membujuk, menggerakkan, dan meyakinkan khalayak dan konstituen prioritas untuk membantu pencapaian visi dan misi sebuah kebijakan maupun untuk meraih elektabilitas/keterpilihan.

Komunikasi strategis penting, karena pesan komunikasi yang disusun sedemikan rupa mampu memotivasi target audiens untuk bertindak dengan cara yang diinginkan yang mampu mendukung kebijakan (Patterson & Radtke, 2009:8-9). Pertanyaannya, bagaimana menyusun perencanaan komunikasi strategis yang mengarah pada keberhasilan?

Menurut Patterson & Radtke, menyebut tiga langkah awal yang dapat diambil bakal calon dalam penyusunan perencanaan komunikasi, yakni merumuskan tujuan secara jelas, melakukan analisis situasi, dan menetapkan target audiens. Langkah berikutnya adalah mendesain pesan dan menetapkan saluran komunikasi penyebaran pesan.

Agar tujuan tersampaikan dengan jelas, maka bakal calon harus mampu mengemas desain pesan yang bersifat persuasif, informatif, memotivasi, dan berorientasi pada tindakan. Sehingga pada akhirnya mampu menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama mendukung figur bakal calon.

Pemilihan saluran komunikasi yang tepat juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan komunikasi. Saluran komunikasi yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat selaku penerima informasi.

Menurut Patterson & Radtke  (2009) rencana komunikasi yang efektif bergantung pada strategi penyebaran yang terkoordinasi yang memanfaatkan semua bentuk komunikasi, mulai tatap muka, cetak, audio, video, dan komunikasi elektronik, termasuk di dalamnya media sosial.

Beranjak pada pemikiran Habermas, ada dua hal yang tampak dalam ruang publik Indonesia, dalam menghadapi Pilkada serentak 2020 mendatang. Pertama, adanya ide atau gagasan yang tidak berbasis pada kebenaran rasional atau yang sering disebut berita hoax.

Demi kepentingan apapun, termasuk kepentingan politik dalam kontestasi Pilkada serentak, seringkali informasi yang bersifat irasionalitas sekalipun, kerap digaungkan dengan masif melalui media (mainstream maupun medsos) seakan-akan itu adalah kebenaran. Dari sisi inilah, seharusnya masyarakat semakin sadar dan melek literasi, sehingga istilah “Nyotok Mobil Mogok” tidak terus berlanjut.

 

Pilkada Jember

Bagaimana dengan Pilkada di Jember? Setali tiga uang. Strategi pemenangan para bakal calon, nyaris tidak ada yang berbeda. Hampir setiap sudut jalan di pusat kota, bahkan sampai pelosok desa, nyaris tidak ada lahan kosong yang tidak terpasang benner bakal calon. Wajah mereka menghiasi sudut-sudut jalan, dengan senyum ‘terindah’ dan slogan yang menjanjikan ‘kemakmuran’, ‘kesejahteraan’, ‘harapan hidup lebih baik’, dan ‘janji-janji surga’ lainnya.

Ada beberapa sosok bakal calon Bupati Jember yang setia ‘menunggui’ setiap ruas jalan di kota Jember. Mereka adalah H. Abdus Salam (Cak Salam), H. Djoko Susanto, H. Hendy Siswanto, Ifan Ariadna, Ahmad Anis, Dima Akhyar, H. Ayub Junaidi, Bambang Wahjoe, H. Rasyid Zakariya (Alm.) dan tidak ketinggalan dr. Hj. Faida, MMR, sebagai calon petahana. Jumlah ini, belum terhitung calon yang sengaja membidik posisi bakal calon wakil bupati (Bacawabup).

Saat ini, intensitas komunikasi politik yang dilakukan para bakal calon bupati, semakin meningkat. Berbagai cara dilakukan, agar para bakal calon ini bisa bersosialisasi, mengenalkan dan mencitrakan dirinya ke tengah masyarakat. Selain menggunakan cara-cara konvensional, hampir seluruh calon juga telah memanfaatkan teknologi komunikasi, melalui platform media sosial, seperti Facebook, Twitter , Instagram, Youtube, WA grup, dan media sosial lainnya untuk “berkampanye.”

Sejumlah lembaga survei sudah beberapa kali merilis hasil surveinya terkait dengan pengenalan bakal calon. Diantaranya, LSI (Lingkaran Survei Indonesia), INDIKATOR dan Polmark. Terakhir Lembaga Survei Accurate Research and Consultant Indonesia (ARCI) juga melakukan hal yang sama, yakni survei menyangkut pengenalan bakal calon yang dilaksanakan pada 24-30 Juni dan 14-20 Agustus 2020.

Survei terbuka yang dilaksanakan LSI pada periode Januari – Februari 2020, masih menempatkan bakal calon Petahana, dr. Faida, MMR., yang pada Pilkada kali ini berangkat melalui jalur non-partai (Independent), masih berada di urutan teratas dengan tingkat pengenalan masyarakat mencapai 25,5 %. Disusul bakal calon H. Hendy Siswanto, 20,8 %, dan berturut-turut Abdul Muqit Arief (Wakil Bupati Jember) 14,9 %, Abdus Salam 5,8 %, Achmad Anis 5,8 %, Djoko Susanto 2,4%, dan beberapa bakal calon lainnya yang prosentasenya dibawah angka dua (2).

Sementara, untuk peta kekuatan pemilih dari hasil survei LSI, pada periode pertama, menunjukkan hasil yang mengejutkan. Karena sekitar 69,5 % pemilih, ternyata belum menentukan pilihan dan mereka ragu-ragu menyebut nama calon. Sedang swing foters (pemilih rasional yang kemungkinan bisa berubah pilihannya) mencapai 40 %. Pemilihan yang jelas-jelas menyebut nama Faida sebesar 20 %, H. Hendy Siswanto18,5 %, Abdul Muqit Arief 11,0 %, Djoko Susanto 4 %, calon lain di bawah 3 %.

Tidak hanya nama bakal calon, slogan atau tagline yang didengungkan para bakal calon, juga menarik minat pemilih untuk menentukan calon pilihannya. Calon Petahana, yang mengusung tagline “Pemimpin Perubahan” tingkat pengenalannya mencapai 20,3 % dan tingkat kesukaan masyarakat sebesar 75,2 %. Sementara pesaingnya, H. Hendy Siswanto, dengan sloga “Wes Wayahe Mbenahi Jember” lebih dikenal masyarakat dengan angka 40,4 dan disukai oleh lebih 89,6% calon pemilih.

Sedangkan tagline yang didengungkan H. Djoko Susanto “Sing Pasti Pasti Wae” dikenal masyarakat sebanyak 14,0 % dan disukai masyarakat pemilih sebanyak 71,6%. Untuk bakal calon H. Abdus Salam (Cak Salam) dengan slogannya “Harapan Baru” dikenal oleh 20,7% calon pemilih dan mereka yang menyatakan suka sebanyak 71,7%.

Elektabilitas Petahana Terus Merosot

Semakin dekat dengan pelaksanaan Pilkada, tingkat elektabilitas calon Petahana (dr. Faida, MMR.), ternyata terus mengalami penurunan. Menurut rilis dari LSI, penurunan dukungan terhadap Faida, mengindikasikan calon pemilih mempertimbangkan figur calon bupati baru yang dianggap lebih layak dan lebih kredibel. Dalam hal ini, dukungan masyarakat mulai mengalir pada figur H. Hendy Siswanto, yang namanya kian mencuat. Terutama, setelah beberapa partai politik menaruh kepercayaan dan memberi mandat kepada mantan pejabat di Kementerian Perhubungan tersebut.

Hendy yang selama ini dikenal masyarakat sebagai pengusaha sukses di Jember, (Rien Collection, Seven Dream, Al Qodiri, dll), dari hasil survei bulan Agustus 2019 masih 10 %, namun sejak Januari 2020 terus naik hingga mencapai angka 29,5 %. Sebaliknya, Faida dari angka 45,6 % di bulan Agustus 2019, terus merosot hingga pada angka 40 % di awal Januari 2020.

Demikian juga dengan jumlah pemilih militan Faida yang semula mencapai 26,7% kini merosot hanya tinggal 18,5%. Sebaliknya, pemilih militant H. Hendy terus menunjukkan trend naik. Dari angka awal 10,2% menjadi 19,0%. Demikian juga tingkat popularitas Hendy yang semula hanya berkisar 7,3 % naik menjadi 39,5%.

Kondisi ini masih terus berlanjut hingga jelang dua bulan Pemilihan Kepala Daerah. Seperti dirilis, beritajatim.com (edisi, Sabtu, 29/8/2020) menjelang Pilkada serentak, ternyata tingkat elektabilitas calon Petahana terus merosot. Sebaliknya, bakal calon H. Hendy Siswanto, terus mengancam di posisi kedua.

Mengutip hasil survei Lembaga survei Accurate Research and Consultant Indonesia (ARCI), yang telah melakukan dua kali survei di Jember, yakni pada 24-30 Juni dan 14-20 Agustus 2020, hasilnya menunjukkan tingkat keterpilihan incumbent tampak terjun bebas. “Elektabilitasnya menurun sangat siginifikan,” kata Direktur ARCI, Baihaqi Siraj, Sabtu.

Pada survei pertama, elektabilitas Faida 34,05 persen. Kemudian pada survei tanggal 14-20 Agustus, justru elektabilitasnya tinggal 26,05 persen. Menurut data ARCI, berubahnya peta dukungan karena masyarakat sudah mulai menentukan pilihan, setelah banyak menerima informasi dan sosialisasi terkait Pilkada. “Karena sudah mendekati (Hari-H) pemilihan, banyak yang sudah menentukan,” katanya.

Tidak hanya Hendy yang mendapat berkah dari merosotnya dukungan kepada calon bupati Petahana. Calon lain, seperti Djoko Susanto, yang awalnya hanya sekitar 10 persen, tapi kemudian elektabilitasnya juga naik menjadi 23,48 persen. Dengan demikian, Direktur ARCI, Baihaqi mensinyalir, pertarungan bakal calon Bupati Jember sudah lebih mengerucut. Setidaknya, saat ini ada tiga bakal calon yang layak bersaing.

Menurut Baihaqi, calon Petahana sejauh ini masih cukup kuat. Tetapi di lapangan, faktanya tidak sekuat yang dibayangkan para politisi (pemain politik). Intinya, semua kandidat masih punya peluang yang sama. Siapa yang berhasil memikat hati calon pemilih merekalah yang bakal memenangi pertarungan. Dengan cara apa? Tentu para kandidat dan tim suksesnya yang lebih tahu. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close