JEMBER-VIRALKATA.COM-Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, melihat berbagai persoalan yang muncul di permukaan antara lembaga legislasi DPRD dengan lembaga eksekutif bupati Faida, memiliki dampak yang luas. Secara internal munculnya konflik kedua belah pihak sangat berpengaruh terhadap kinerja DPRD. Secara eksternal harus menjawab berbagai persoalan yang terkait dengan Hak , Hak Menyatakan Pendapat hingga Pemakzulan bupati Faida. Belum lagi fakta politik tidak dapat disahkan Perda APBD tahun 2020, sangat berpengaruh terhadap program pembangunan di kabupaten Jember. Berikut ini hasil wawancara Singgih Sutoyo, wartawan Majalah Viralkata.com dengan Itqon Syauqi menjawab berbagai pertanyaan tentang berbagai masalah Kabupaten Jember di ruang kerjanya.
Apakah konflik yang muncul antara DPRD dengan eksekutif juga terjadi pada DPRD periode sebelumnya, artinya DPRD yang sekarang baru berjalan 1 tahun, gambarannya perode sebelumnya seperti apa.
Karena saya masih baru , saya tidak bisa memberikan gambaran. Bagaimana hubungan DPRD dengan eksekutif sebelum periode kami , tidak tahu persis. Tapi memang muaranya pada komunikasi, dalam hal ini dalam komunikasi politik.
Terus terang tidak mudah menyatukan persepsi 50 orang anggota DPRD. Saya lihat eksekutif ini tidak bisa menangkap apa saja yang menjadi aspirasi dari 50 anggota DPRD . Contohnya seluruh kabupaten dan kota se Indonesia yang namanya anggota dewan itu sesuai dengan undang undang memiliki Pokir atau pokok pikirain. , Apa itu Pokir, adalah aspirasi yang diperoleh tiap tiap anggota ketika menjalankan reses di dapilnya, kemudian para konstituen di masing-masing dapil menyampaikan aspirasi apakah yang bisa dilakukan oleh anggota dewan terkait dengan banyak hal, misalnya jalan yang rusak, saluran irigasi yang mapet, mushola yang perlu rehabiisasi dan masjid yang perlu direnovasi dan lainnya. Ini dimananpun seluruh anggota DPRD di kabupaten dan kota di Indonesia , bahwa aspirasi konstituen ditampung dan diwadahi dalam satu pokok pikiran, kemudian diusulkan kepada OPD- OPD yang terkait.
Jadi tolong persoalan persoalan tersebut ditanggani, tapi ternyata di Jember tidak ditangani hal yang terkait dengan Pokir tersebut . Padahal secara normatif DPRD dipilih oleh rakyat yang sebetulnya tidak ada bedanya dengan bupati. Namanya kami dipilih rakyat kami tidak ingin kehilangan muka di depan rakyat yang memilih kami.
Menurut kami komunikasi antara DPRD dan ekselutif lemah , tidak bisa menangkap persoalan persoalan krusial dan substantif yang terkait dengan keberadaan anggota dewan. Setiap anggota dari 50 anggota DPRD punya misi. Dilain pihak, mereka masyarakat memilih kami dengan harapan untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka. Di jember itu tidak ada dan tidak terjadi . Sangat berbeda dengan kabupaten lain, seperti Banyuwangi , Situbondo , Bondowoso dan Lumajang semuanya. Hanya Jember satu satunya yang tidak ada.
Bila yang terjadi masalah pokok adalah yang terkait masalah komunikasi, maka sejauh mana upaya untuk memperbaiki komunikasi antara anggota dewan dengan eksekutif?
Secara bergantian sudah kami melakukan upaya perbaikan soal komunikasi yang buruk ini. Malah pernah difasilitasi oleh Sekjen Depdagri, pimpinan DPRD dan bupati juga hadir. Sudah ada arahan dari Sekjen bagaimana caranya Jember ini sama dengan kabupaten kabupaten yang lain dan kota kota seluruh Indonesia yang lain. Tapi kenyataan semuanya tidak dijalankan oleh bupati (Bersambung)