HEADLINEHUKUM & kRIMINALNASIONALNEWS
Bisnis Seksi Seorang Bupati Faida
JEMBER-VIRALKATA.COM-Beginilah jadinya, bila seorang bupati memiliki bisnis keluarga. Dapat diduga kebijakannya bakal menguntungkan usaha keluarganya. Kebijakan tersebut dimulai ketika si bupati baru dilantik langsung memberikan bantuan keuangan sebesar Rp 570 juta, selanjutnya ‘kebijakan’ itu berlanjut berupa kebijakan pengadaan ambulan desa yang nilainya mencapai Rp 95 milyar serta melakukan MoU sepihak antara bupati Jember dengan RS Bina Sehat yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Berikut hasil investigasi wartawan VIRALKATA.com.
Berdasarkan berbagai data dan fakta, kebijakan demi kebijakan yang dilakukan oleh bupati selama menjabat pada periode 2016- 2021 telah erjadi berulangkali dan selalu nabrak peraturan perundangan.
Kebijakan itu bermula ketika bupati perempuan pertama di Jember itu memberikan bantuan keauangan sebesar Rp 570 juta kepada yayasan Rumah Sakit Bina Sehat yang pengelolanya adalah suami bupati Faida senddiri. Konon bantuan keuangan tersebut diperuntukkan operasi gratis masyarakat miskin yang dananya diambilkan dari biaya penunjang operasional bupati dan wakil bupati APBD tahun 2016.
Akibatnya, kebijakan yang tanpa didasari peraturan perundangan itu digugat secara perdata oleh seorang warga Kabupaten Jember, Agus Mashudi, namun akhirnya gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Jember dengan alasan karena kurang pihak.
Ada pun peraturan perundangan yang dilanggar menurut Agus Mashudi, “Setiap bantuan seharusnya merujuk pada ketentuan perundangan yang berlaku. Bukan seperti yang dilakukan oleh bupati Faida, yang hanya berupa surat keputusan yang sepihak,” tandas warga Bumi Managli Permai ini menuturkan kepada VIRALKATA.com.
Selayaknya, setiap pemberian bantuan/ hibah didasarkan pada ketentuan perundangan. Pengertian Hibah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; “hibah” berarti pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Kata“hibah” memiliki dua makna. Yaitu: Hibah antar personal sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan hibah terkait dengan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 1666 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hibah/ penghibahan (schenking) adalah suatu persetujuan/ perjanjian (overeenkomst) secara cuma- cuma (omniet) dan tak dapat ditarik kembali, menyerahkan/ melepaskan sesuatu benda kepada/ demi keperluan penerima hibah (begiftigde) yang menerima penyerahan/ penghibahan itu.
Penjelasan Pasal 27 ayat (7) huruf f (PP Nomor 58 tahun 2005) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang/ barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.
Pasal 42 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Pemendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menyatakan bahwa belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/ atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
Tujuan Pemberian Hibah oleh pemerintah daerah untuk menunjang penyelenggaran urusan pemerintah daerah. Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah dengan tetap memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat, serta sesuai dengan asas pengelolaan keuangan daerah sesuai; Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, Pasal 4 ayat (3). PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.
“Semua ketentuan itu oleh bupati telah diabaikan, sehingga akibat dari perbuatan tersebut dapat dikategorikan telah merugikan keuangan daerah. Apalagi, penerima bantuan tersebut adalah suami bupati sendiri, ini kan jelas KKN,” papar Agus Mashudi menambahkan.