FOTOHEADLINEHUKUM & kRIMINAL
Pelecehan Seksual Pejabat BPJS, Korban RA Resmi Lapor Polisi
JAKARTA, ViralKata.com – Kasus pelecehan seksual dilakukan mantan anggota dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin (SAB), terus berlanjut. Kelanjutan, korbannya RA (27 tahun) resmi melaporkan kasus menimpanya ke Bareskrim Polri. Pelaporan perkara dugaan tindak pidana pencabulan itu tercatat dalam nomor laporan LP/B/0006/I/2019/BARESKRIM ter tanggal 3 Januari 2019.
Heribertus S Hartojo, kuasa hukum korban RA, mengemukakan pelaku berinisial SAB berusia 59 tahun yang sempat menjabat sebagai anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan itu dilaporkan ke Polisi, karena diduga melanggar Pasal 294 ayat (2) KUHP atas perbuatan pelecehan seksual yang dilakukannya ke korban berinisial RA. Pasal itu menurutnya, dapat menjerat pelaku dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun.
“Intinya di Pasal itu adalah pejabat yang melakukan perbuatan cabul terhadap bawahannya seperti itu. Jadi karena ini adalah masalah kesusilaan, kita akan lebih hati-hati dalam hal ini,” tuturnya, di Jakarta, Kamis (3/1).
Dijelaskan, kliennya sudah menyerahkan sejumlah barang bukti berupa screenshot chatting yang dilakukan korban dengan pelaku. Sejumlah saksi yang akan memberatkan pelaku juga sudah siap untuk dimintai keterangan terkait peristiwa tindak pidana tersebut.
“Kemarin kami kan sifatnya hanya konseling saja ya, sekarang sudah resmi kami laporkan. Nanti kita akan sertakan bukti chat WA dan bukti lainnya kepada tim penyidik,” katanya.
Kasus ini terkuak setelah korbannya RA menyampaikan insiden pelecehan seksual hingga dugaan pemerkosaan yang dialaminya dalam konferensi pers di kantor konsultan politik Saiful Mujani Research and Consulting, Cikini, Jakarta, Jumat 28 Desember 2018. RA mengaku dilecehkan selama empat kali dari April 2016 hingga November 2018. Kejadian itu, dialaminya baik di dalam kantor maupun di luar saat perjalanan dinas.
Akibat kejadian ini, RA melapor langsung kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN. Dewan Pengawas dan Direksi BPJS pun, juga telah menerima tembusan surat tersebut. Selanjutnya, DJSN akan membentuk tim ad hoc beranggotakan anggota mereka sendiri, kementerian, dan ahli untuk menindaklanjuti laporan Tini.
Tragisnya, korban justru merasa disudutkan hingga berujung pemecatan sepihak (PHK) dari pekerjaannya tanpa alasan yang jelas. Tidak terima dengan pemecatan itu, RA berontak dan berani berbicara apa adanya terkait nasib yang dialami. Bahkan melawan balik pelaku yang telah mempermalukannya.
Saat itu, A bekerja sebagai staf dan asisten pribadi terduga pelaku Syafri Adnan Baharuddin (59 tahun), anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan mengungkap bahwa dirinya mendapat pelecehan seksual secara fisik, pelecehan secara verbal, dan kekekerasan berupa pemaksaan hubungan seksual.
Kini, korban yang pernah mencoba bunuh diri atas peristiwa ini, didukung sejumlah aktivis perlindungan perempuan, di antaranya Ade Armando, Sigit Widodo, Indra Budi Sumantoro, Aisha Nadira, Irwan Amrizal, Agus Sari, Gorbachev, anggota BPJS Watch, dan Tati Wardi untuk menyuarakan isi hatinya.
Armando mewakili korban, menyatakan langkah prioritas A kini memulihkan nama baiknya dan berupaya menempuh langkah hukum perdata agar pelaku diberhentikan dari pekerjaannya. “Untuk [pelaporan tindak pidana seksual harassment] ke polisi, belakangan saja. Sekarang yang terpenting membuat pelaku diberhentikan, dan korban direhabilitasi nama dan pekerjaannya,” ujar Ade, panggilan akrabnya,
Sebab, pakar komunikasi yang sekaligus mantan dosen korban ini merasa menempuh jalur pidana membutuhkan proses yang lama dengan pembuktian yang lebih sulit. Rencananya, pelaporan terhadap terduga pelaku kepada pihak kepolisian baru akan dilaksanakan Senin, (31/12)
Terlebih, hingga kini Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga disahkan oleh pemerintah, sehingga bukti-bukti pelaporan tindak pidana kekerasan seksual yang dialami korban akan sulit didapatkan.
“Kenapa kami tidak mengambil pengaduan hukum pidana sebagai langkah pertama? Karena pertama, kasus perkosaan itu pembuktiannya luar biasa sulit, panjang, dan melelahkan. Karena itu, walaupun tetap dijalankan oleh kuasa hukum, gugatannya lebih ke perdata, yaitu ketidakpantasan seorang atasan. Tapi yang sebetulnya dituju adalah menghentikan bentuk perkosaan seperti ini di Indonesia, terutama [di dalam] BPJS,” ungkapnya.
Akibat terus menolak ajakan mesum atasannya yang tercatat sudah dilakukan sebanyak empat kali tersebut, setelah itu A mengaku mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari pelaku. “Ancaman psikis, saya di buat kondisi dengan supaya tidak nyaman, dibentak, dikucilkan oleh semua anggota komite, saya di blackmail sama SAB,” ungkap A.
“Kekerasan fisik terakhir di 28 November, yang bersangkutan ingin melempar gelas ke muka saya, dan sempat dibatalkan oleh rekan saya yang disitu,” tambahnya.
Kini korban telah mengirimkan surat berisi tiga tuntutan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN) yang memiliki wewenang untuk memecat Dewan Pengawas, serta Direksi BPJS TK.
“Pertama, pemecatan terhadap pelaku dan yang melindungi pelaku [di Dewan Pengawas] secara menyeluruh. Kedua, RUU PKS [dipercepat] supaya tidak ada korban seperti saya. Dan [ketiga] mendukung saya dalam proses pidana, perdata, ataupun hubungan industrial,” jelasnya. (R3)