JAKARTA, ViralKata.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan para pelajar agar mempersiapkan diri menghadapi perubahan dunia, terutama, perubahan teknologi yang terjadi dengan sangat cepat. Perubahan itu akan turut mengubah perilaku manusia sehingga para pelajar harus menjadi manusia unggul, cerdas, inovatif, dan tetap cinta tanah air.
“Jangan sampai pelajar NU malah terjebak jadi ahli hoaks. Pelajar NU harus menjadi ahli robotik dan artificial intelligence serta memahami internet of things hingga virtual reality untuk merespons perubahan global,” papar Kepala negara membuka kongres ke-19 Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan kongres ke-18 Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) di Istana Negara, Jumat (21/12).
Selain itu, lanjut dia, para pelajar juga butuh moralitas dengan standar tinggi untuk menghadapi dunia yang bergerak dinamis. Dia mencontohkan dunia media sosial. Menurut dia, banyak kabar bohong yang berseliweran dan ujaran kebencian di sana. Tanpa moralitas, kedua hal itu akan terus menyebar dan merusak persatuan Indonesia.
Dilanjutkan, dirinya sendiri tak lepas dari kabar bohong di media sosial. Dia menemukan banyak akun yang menyebutnya sebagai anggota Partai Komunis Indonesia. “Banyak sekali isu itu dikembangkan. Padahal PKI bubar 1965-1966. Saya lahir 1961. Saya empat tahun, masih balita, saya sudah ditunjuk PKI,” katanya. “Logika enggak masuk tapi 9 juta lebih percaya itu. Kan bahaya.”
Namun ada 9 juta orang yang percaya mengenai itu. Logikanya tidak masuk, tapi 9 juta lebih percaya mengenai itu. Bukan hanya itu, isu itu juga bisa lari, bukan Presiden Jokowi tapi orang tuanya, kakek neneknya, sambungnya.
Presiden menjelaskan, di era keterbukaan seperti ini apa ada yang bisa di tutup-tutupi. Gampang sekali. Semua organisasi, ormas Islam ada di Solo. Tidak ada yang bisa ditutup-tutupi tetapi kejadiannya adalah di media sosial ini betul-betul gambar yang mengandung ujaran kebencian sangat banyaknya.
“Coba lihat di gambar. Ini kampanye tahun 1955. Ketua PKI itu namanya DN Aidit saat itu pidato, lha kok saya ada di bawahnya, di bawah panggung dia. Banyak gambarnya bukan satu ini. Ini yang sering saya berikan contoh saja. Coba, saya lihat-lihat di HP saya kok ya persis wajah saya,” ungkap Presiden seraya menambahkan, Aidit berpidato itu tahun 1955, dirinya lahir saja belum tapi sudah dipasang gambar-gambar seperti itu.
Ya itulah, sebut Presiden kejamnya media sosial kalau dipakai untuk kepentingan-kepentingan politik sesaat, kepentingan politik yang tidak mendidik, kepentingan politik yang tidak mendewasakan, kepentingan politik yang tidak mencerdaskan rakyat dan masyarakat.
Sedang Proses Hijrah
Sebelumnya dalam awal sambutannya Presiden Jokowi mengatakan, saat ini memang kita sedang proses, sedang hijrah. Hijrah dari pesimisme-pesimisme menuju ke yang optimisme- optimisme. Hijrah dari individualisme- individualisme menuju ke kerjasama, berkolaborasi.
Hijrah dari kemarahan- kemarahan, yang sering marah-marah menuju ke yang sabar-sabar kepada kesabaran-kesabaran. Hijrah, kita semuanya ingin hjuga dari ketimpangan-ketimpangan menuju ke sebuah keadilan sosial.
Ia menjelaskan, untuk mempercepat hijrah bangsa kita, untuk kelancaran hijrah bangsa Indonesia, dibutuhkan manusia-manusia yang unggul, manusia-manusia yang cerdas, manusia-manusia Indonesia yang inovatif, manusia Indonesia yang akhlakul karimah, manusia Indonesia yang cinta akan tanah airnya. (R3)