![](https://www.viralkata.com/wp-content/uploads/2020/11/Jember-7-750x375.jpg)
JEMBER-VIRALKATA.COM-Fenomena terjadinya money politic sudah muncul di permukaan di Pilkada Jember yang akan berlangsung pada 9 Desember mendatang. Salah satu Paslon H Hendy – Gus Firjaun menjadi tertuduh telah memainkan peran money politic. Diketahui saat puluhan Mahasiswa dari Jaringan Mahasiswa Demokrasi Peduli Jember (JMDPJ) Jakarta menggelar aksi damai di Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) di Jalan M.H. Thamrin Jakarta Pusat, Senin (16/11/2020).
Aksi damai itu, terkait dugaan politik uang atau “money politic” yang dilakukan oleh seseorang yang mengatas namakan pasangan calon Pilkada Kabupaten Jember Jawa Timur, Hendy Siswanto–Gus Firjaun di Desa Tanggul Wetan Krajan RW13 di Depan kantor Polsek Tanggul,Kabupaten Jember Jawa Timur.
Peserta aksi damai ini, membentangkan sebuah spanduk berukuran panjang lengkap dengan foto Paslon, Hendy Siswanto–Gus Firjaun serta tiga poin tuntutan di Kantor Bawaslu RI.
Pertama, meminta kepada Bawaslu Pusat dan Bawaslu Kabupaten Jember untuk segera mendiskualifikasi terhadap Paslon, Hendy Siswanto-Firjaun, karena melakukan “Money Politic” di Desa Tanggul Wetan Krajan RW13 di depan Kantor Polsek Tanggul.
Kedua, meminta kepada Bawaslu Pusat untuk segera mencoret Pasangan Paslon, H. Hendy Siswanto dan Gus Firjaun dan Ketiga, bila dalam waktu 3X24 Jam Bawaslu tidak melakukan diskualifikasi dan meminta DKPP segera melakukan pemecatan terhadap Bawaslu Pusat dan Bawaslu Kabupaten Jember.
“Ini tragedi politik yang menyedihkan, karena Paslon tersebut berani melawan UU pemberantasan korupsi. Karenanya, kami dari jaringan mahasiswa Demokrasi Peduli Jember menuntut,” kata Koordinatir Aksi, Billy saat menemui pihak Bawaslu.
Billy dan Cahyono, perwakilan JMDPJ, berhasil menemui petugas bagi Pusat Pelaporan Pelanggaran Pemilu (PPPP) Bawaslu RI. Kedua perwakilan itu diterima, Arif Budi Prasettyo.
Dua petugas PPPP Bawaslu kemudian memeriksa surat Laporan berserta alat bukti dugaan pelanggaran sebagaimana yang diduga dalam kasus money politic atau politik uang yang dilakukan salah satu pasangan calon Pilkada Jember 2020 tersebut.
Dalam video yang beredar ada seseorang tengah asik membagi-bagi kan uang pada masyarakat untuk memilih sambil membentangkan poster pasangan Calon Nomor Urut 2 yang dibawa oleh warga yang mengikuti kegiatan tersebut.
Sebelumnya, pendukung Bupati Jember Faida, melalui akun Facebook, Rico Nurfiansyah Ali mantan Caleg dan pengurus Partai Demokrat Jember juga membagikan video yang berisi dugaan money politik atau bagi-bagi uang agar warga memilih pasangan calon, Hendy Siswanto–Firjaun.
Atas kejadian demo di kantor Bawaslu Jakarta tersebut, hingga saat ini belum ada klarifikasi dari pihak Paslon H. Hendy-Gus Firjaun. Apakah memang benar peran yang melakukan bagi-bagi uang mengatasnamamakan Paslon H.Hendy-Gus Firjaun memang benar-benar tim kampanye Paslon tersebut.
Atau peran yang dijalankan oleh mereka dengan membagi-bagikan uang beserta stiker bergambar Paslon nomor urut 2 adalah rekayasa belaka. Artinya memang ada pihak lain yang sengaja melakukan peran dalam video dengan tujuan membuat fitnah, biar masyarakat tahu dan menuduh Paslon nomor urut 02 melakukan pelanggaran Undang-Undang Pemilu berupa politik uang (money politic). Targetnya adalah supaya pihak penyelenggara Pemilu melakukan sanksi diskualifikasi (pembatalan) pencalonan Paslon nomor urut 02 maju dalam Pilkada 9 Desember mendatang.
Apakah pihak penyelenggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu Jember, menindak lanjuti kasus dugaan money politic tersebut? Hingga saat ini, belum ada ferivikasi dari pihak Bawaslu Jember, bagaimana munculnya video bagi-bagi uang yang sempat viral tersebut.
Aga Suratno, Pemerhati masalah sosial, pernah menulis opini terkait topik Politik Uang Dalam Pilkada dalam Viralkata Edisi 02 (halaman 50) menyebutkan penyelesaian laporan warga masalah money politic. Kurang dari sepekan proses sudah harus kelar. Kedua, laporan warga tidak menggantung. Jika laporan warga menggantung bisa saja muncul anggapan Bawaslu tidak responsif dan membiarkan Pilkada tidak jurdil.
Menurut Aga, taruhannya sangat besar. Menyangkut legitimasi pilkada dan paslon terpilih. Bayangkan andai pilkadanya tidak legitimate dan pemimpin yang dihasilkannya juga tidak legitimate. Pemimpin terpilih mungkin punya otoritas. Tetapi otoritas saja belumlah cukup. Otoritas adalah kewenangan. Sedang legitimasi adalah pengakuan. Pemimpin bisa punya wewenang dan kewenangan. Tetapi wewenang itu akan tidak berfungsi kalau rakyat tidak mengakuinya. Pada saat rakyat tidak mengakui pemimpinnya, maka pada saat yang sama sejatinya sudah terjadi pembangkangan sipil. Civil disobedience kata orang pintar.
Politik uang juga berisiko. Risikonya, bisa saja pemimpin terpilih kelak lebih sibuk dan disibukkan mencari kembalian. Orientasinya proyek. Sebab, proyek bisa dikonsesikan. Proyek bisa di KKN-kan. Proyeknya juga bukan sembarang proyek, tetapi proyek mercusuar. Proyek yang anggarannya besar. Makin besar proyek, makin besar konsesi yang didapatkan. Tidak ada kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Andai ada, alokasinya sekadarnya. Mirip usaha menghentikan tangis balita dengan sekadar memberinya gula-gula.
Menurut Aga, politik uang bukan hanya mendelegitimasi pilkada dan pemimpin yang dihasilkannya. Lebih dari itu, politik uang bahkan merusak demokrasi yang kebetulan dipilih sebagai bentuk pemerintahan Republik ini. Demokrasi hanya dilihat sebagai prosedur. Demokrasi tidak dipahami dan dimaknai secara substansial. Demokrasi memang bukan model terbaik. Socrates, filsuf Yunani, mati karena demokrasi. Begitulah, demokrasi bukan tanpa kekurangan dan kelemahan. Ketika bangsa ini menjatuhkan pilihan pada demokrasi kira-kira karena demokrasi dianggap sebagai model pemerintahan yang di dalamnya tersedia ruang yang memungkinkan kontrol terhadap kekuasaaan. Kekuasaan harus diawasi karena kekuasaan cenderung korup.
Dima Akhyar, mantan ketua Bawaslu Jember juga menyampaikan hal senada. Bahwa money politik dapat membahayakan dan merusak tatanan demokrasi. Untuk itu, diperlukan ketegasan bagi pihak penyelenggara Pemilu bila menemukan indikasi money politic. Diakuinya bahwa money politic, terutama serangan fajar mengandung sisi positip dan negatif. Diperkirakan bila terjadi serangan fajar oleh salah satu Paslon, mereka kemungkinan akan memberikan bentuk bantuan uang tunai kepada para warga calon pemilih dalam jumlah uang yang nilainya ratusan ribu saja, tidak besar.
Sisi positip uang serangan fajar yang diterima warga calon pemilih akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Mereka akan datang ke TPS untuk ikut mencoblos. Ini berarti meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Namun sisi negatifnya adalah merusak tatanan demokrasi karena uang serangan fajar yang diterima warga pemilih akan mempengaruhi dan mengarahkan pemilih tidak bebas lagi. ini berarti merusak asas Jurdil dalam Pemilu.
Menurut Dima, bila ingin menghilangkan money politic utamanya serangan fajar, maka pemerintah atau penyelenggara Pemilu seharusnya memberikan buget kepada Pemilih berupa uang sebagai pengganti penghasilan yang hilang karena waktu warga pemilih datang ke TPS hingga tidak dapat penghasilan karena tidak bisa bekerja.
Tanda-tanda akan munculnya money politic berupa serangan fajar sejak beberapa hari belakangan mulai menjadi pembicaraan dalam masyarakat. Sebab berdasarkan berbagai info, ada salah satu Paslon yang sangat berpotensi untuk melakukan serangan fajar. Indikasi tersebut terkait dengan kondisi Paslon yang memiliki finansial paling kuat diantara tiga Paslon. Indikasi yang lain adalah Paslon ini dikenal publik terbiasa bermain proyek skala besar di level nasional. Konon aset dan kemampuan finansial yang dimiliki juga tidak lepas dari hasil posisinya di proyek besar level nasional/pusat sejak sebelum mundur dari jabatan birokrasi sebagai ASN. Bahkan belakangan muncul lagi isu lama korupsi senilai ratusan miliar saat dia menjabat di birokrasi.
Sumber lain juga memberikan gambaran bahwa serangan fajar pernah dilakukan oleh salah satu Paslon dalam Pilkada sebelumnya di Jember. Sumber yang berstatus ASN ini, mengaku terlibat langsung dalam pengaturan serangan fajar yang dilakukan oleh Paslon. Saat itu, Paslon yang bersangkutan menyiapkan uang tunai yang diambil dari bank sebanyak empat karung uang pecahan 50.000 dan 100.000. Uang tersebut dibagi dan dimasukkan dalam amplop putih, diserahkan kepada para operator lapangan sejak pukul 17.00 sore hinga malam pencoblosan di rumah Paslon yang ada dikawasan Patrang. Selanjutnya para operator lapangan bergerak sesuai wilayah sasaran.
Munculnya isu akan terjadi serangan fajar pada Pilkada 9 Desember mendatang, membuat kalangan pers (jurnalis) memberikan perhatian khusus. Beberapa jurnalis senior di Jember akan membentuk dan mendeklarasikan Media Center berupa pengaduan untuk pelaku money politik, terutama serangan fajar.
Memed, salah satu penggagas pengaduan melalui Media Center mengungkapkan bahwa mengingat pentingnya fungsi Pers sebupagai Pilar Demokrasi ke empat, maka dipandang perlu peran aktif pers dalam mengawal Pilkada Kabupaten Jember tahun 2020. Sebagai kekuatan sosial politik Pers bersama masyarakat, diharapkan mampu mengawal Tahapan Pilkada Jember tahun 2020 yang Luber dan Jurdil.
Isu penting yang sudah biasa terjadi dalam setiap Pemilu, diantaranya dugaan permainan Penyelenggara, Netralitas ASN, Pelanggaran Kampanye, dan Serangan Fajar (money politik). Demikian Memed menegaskan komitmennya.
Untuk itu, dirasa perlu membuat MEDIA CENTRE antara Pers dan warga Jember, sebagai Pusat Pengaduan dan Informasi