Jakarta. Viralkata.com : Pemilu Legislatif (Pileg 2019) kian tenggelam di tengah kegaduhan isu Pilpres yang ramai dibicarakan publik. Padahal ada 7968 putera-puteri bangsa yang tengah berjuang merebut simpati pemilih untuk mengincar 575 kursi DPR RI. Diantara 7968 caleg tersebut ada sejumlah caleg incumben dan yang lainnya merupakan caleg wajah baru. Caleg petahana umumnya berpeluang lebih besar untuk meraih kemenangan di Pemilu karena berbagai alasan, diantaranya karena berpengalaman dan juga faktor teknis nomor urut di Daftar Calon.
Dengan kondisi seperti itu, Lucius Karus, wakil ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menakar seberapa besar caleg baru berpeluang meraih suara signifikan di pemilu 2019. Menurutnya, banyak tantangan untuk caleg-caleg baru dalam berjuang untuk meraih dan menang dalam pileg 2019. Tantangan itu bukan hanya melawan caleg dari partai lain, namun juga tantangan melawan caleg inkumben yang maju kembali dalam pileg 2019.
Memang pada prinsipnya, kerugian bagi para caleg-caleg baru dalam pertempuran pemilu 2019 dikarenakan fokus utama masyarakat yakni pilpres. Namun keuntungan yang didapat yakni kinerja buruk yang melekat pada DPR RI 2014-2019 ini menjadikan masyarakat akan mempertimbangkan untuk tidak kembali memilih caleg incumben di pileg 2019.
Dikatakan Lucius, masyarakat semakin sadar dan paham dengan kinerja buruk DPR sekarang ini, dan emosional itulah yang diharapkan bisa atau dapat mengalihkan ke caleg baru. Namun ada hal-hal teknis harapan untuk mengganti inkumben ini tidak akan mudah, akan ada ratusan nama di bilik suara yang akan dijumpai oleh pemilih. Dan itu menjadi pekerjaan rumah bagi para caleg baru bagaimana caranya untuk bisa dikenal oleh masyarakat terlebih para inkumben masih tetap menempati nomor urut satu dalam daftar caleg, sehingga peluang mereka sangat besar untuk tetap mempertahankan komposisi wajah lama di DPR. 70 hari yang tersisa inilah yang benar-benar harus dipergunakan para caleg baru dengan membawa agenda yang jelas di dapil mereka.
“Keinginan kita sama-sama agar DPR baru nanti sungguh-sungguh membawa perubahan. walaupun serba belum pasti juga apakah dengan wajah baru akan membawa perubahan atau malah stag tidak ada hal baru yang mereka lakukan, hanya mengikuti dan meneruskan yang sebelumnya dan menjadi lebih buruk. Jangan sampai budaya lama terus berlanjut, ini yang tidak kita inginkan,”ucapnya, Kamis, 31/01/2019.
Dedek Prayudi, caleg PSI, DPR RI, nomor urut 1, dapil Jabar IX, mengatakan sangat optimis dirinya akan lolos duduk di DPR RI, dan tren yang terjadi hingga saat ini di PSI mengalami kenaikan baik partainya maupun para caleg yang maju di pemilu 2019.
Alasan dirinya mencalonkan diri maju untuk memperebutkan kursi di DPR RI yakni merasa kesal dan marah dengan kondisi parlemen kita terutama 10 tahun belakangan ini yang bisa dikatakan DPR RI yang terburuk sepanjang reformasi.
Dikatakan terburuk pertama karena legislasinya, produktifitasnya sangat rendah sekali, dibuktikan ketika sidang paripurna lebih dari separuh yg absen, dapil-dapil belum pernah ada yang dikunjungi, dan dari lembaga survey mengatakan bahwa 95 persen para konstituen tidak pernah dikunjungi, padahal uang resesnya selalu diambil oleh para anggota DPR RI.
Dari data itulah yang membuat dirinya berfikir bahwa dunia politik ini terutama DPR itu pertama tidak bersih, kedua, dunia politik kerap kali dikotori oleh SARA, sementara anak-anak muda seperti dirinya percaya bahwa dunia politik harus di isi oleh gagasan-gagasan pembangunan.
“Menciptakan perubahan baru didalam DPR. Dengan menampilkan wajah-wajah baru dalam membawa misi dan visi aspirasi masyarakat. Itu yang saya inginkan nantinya,”Katanya.
Cristina Aryani, caleg Golkar, nomor urut 1, dapil DKI 2, menyatakan ketertarikan terjun kedunia politik pada tahun 2006 bergabung dengan Golkar karena ingin merubah legislasi, ingin berperan lebih aktif dalam legislasi. Perubahan yang dilakukan bukan hanya untuk DPR nantinya tetapi dirinya dan beberapa teman-teman sudah mulai di Golkar untuk mendorong partai Golkar berubah pada akhir tahun 2018 karena kita semua merasa terbebani dan tidak ingin disamakan dengan beberapa senior di partai Golkar masuk ke partai karena memiliki tujuan-tujuan khusus, dan dirinya serta teman-teman meminta untuk diadakan munaslub yang menghasilkan Erlangga Hartanto menjadi ketum Golkar.
Dikatakan Cristina, perubahan dalam kubu Golkar memang perlu proses, dan sejauh ini berjalan baik. Dirinya baru maju menjadi caleg dikarenakan faktor partai besar yang begitu panjang antriannya untuk bisa maju menjadi caleg harus melalui proses yang harus dijalani.
“Tahun 2006 bergabung, 2009 baru menjadi pengurus, 2018 baru bisa dipercaya menjadi caleg. Proses seleksi ini saya yakini untuk yang terbaik baik buat partai maupun buat bangsa dan negara,”ungkapnya.
Brigita Purnawati Manohara, caleg PDIP, dapil Lampung 1, mengatakan dirinya merupakan caleg yang bisa dikatakan dadakan di kontrak oleh PDIP ketika pendaftaran caleg sudah ditutup.
Brigita yang merupakan Presenter disalah satu TV swasta mengatakan alasannya terjun ke dunia politik dan berani untuk nyaleg dikarenakan memang sudah panggilan Tuhan dirinya untuk menjadi petugas partai dari PDIP untuk bisa membawa perubahan di parlemen yang saat ini memiliki catat buruk begitu banyak.
“Saya senang sekali nyinyir-in atau memberikan catatan-catatan ke pemerintah ketika di media, tapi itulah cara kami mencintai agar pemerintahan ini pada track yang tepat. Dan jika saya menginginkan perubahan lebih besar lagi, inilah yang harus saya lalui yakni dengan terjun kedunia politik,”Jelasnya.
Wempy Hadir, direktur Indopolling, menyampaikan bahwa para caleg baru yang berjuang dan bertarung dengan para inkumben harus menggunakan strategi diantaranya melalui pendekatan door to door, turun langsung menyapa masyarakat, serta kedekatan personal, mendengarkan keluh kesah masyarakat. Gaya menggunakan spanduk, stiker, itu sudah usang, masyarakat lebih senang jika para caleg datang langsung, berdialog.
Dikatakan lagi, kenyataannya, masyarakat sangat menginginkan perubahan dalam jajaran di kursi DPR RI, mereka sudah tidak percaya dengan caleg inkumben. Keuntungan dari caleg baru inilah untuk merebut hati masyarakat dengan membawa perubahan baru tanpa mengikuti ritme para caleg inkumben.
Secara teoritis masyarakat ingin perubahan, namun prakteknya susah. Cara mudah untuk mengatasinya, meminta KPU untuk melakukan simulasi-simulasi agar masyarakat yang datang ke TPS nantinya sudah terbiasa dengan cara memilih para caleg di kertas pemilih.
“Jauh lebih baik mendorong pembaharuan yang belum pasti, daripada mempertahankan yang sudah pasti namun tidak ada perubahan sama sekali,”ucapnya. (M. Fahrizal)