Saya tidak bisa menulis. Saya tidak berbakat. Saya tidak punya waktu.Saya tidak bisa mengarang. Demikian kalimat-kalimat yang sering dilontarkan guru ketika ditanya kenapa tidak menjadi penulis.
Sebenarnya kenapa tidak? Kenapa kita tidak mencoba untuk membangkitkan kreatifitas kita, melakukan hal-hal yang menyenangkan dengan mengembangkan potensi menulis yang kita miliki.
Dalam prinsip kreatifitas, kita hanya perlu melakukan apa yang paling kita sukai. Agar suatu saat kita memunculkan sebuah karya besar. Masuk akal bukan, jika kita memulai mengerjakan sesuatu yang kita sukai dengan perasaan gembira niscaya kita bisa bekerja secara khusuk untuk mendapatkan hasil optimal.
Dengan kondisi dan situasi seperti sekarang, ada benarnya kita mengambil hikmah untuk menyikapinya yaitu dengan berkarya.
Sebagai seorang pendidik, salah satu sikap yang bisa kita lakukan di sela kegiatan pembelajaran adalah dengan mengembangkan potensi menulis.
Lalu apa yang dimaksud menulis di sini. Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis bisa dilakukan pada media kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Wikipedia.
Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki (a) kemampuan untuk menemukan masalah untuk ditulis (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca (c) kemampuan menyusun perencanaan penelitian (d) kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia (e) kemampuan memulai menulis (f) kemampuan memeriksa karangan sendiri. https:// www.kompasiana.com/akipeffendy/550eb183a33311b12dba83af/hakikat-keterampilan-menulis
Lalu kenapa harus menulis? Karena kita adalah guru. Yang jika kita memiliki kompetensi menulis tentu saja status martabat kita akan bertambah. Dari guru biasa menjadi guru penulis. Guru yang demikian biasanya mempunyai kemampuan mengorganisir pengetahuan ( learning organization) dengan baik. Yaitu, kemampuan menerjemahkan pengetahuan yang dipelajari, menjadi informasi sederhana yang bisa diaplikasikan kepada orang lain. Selama ini komitmen untuk menjadi guru penulis tidak banyak yang melakukan. Yang ada hanya berkutat pada kegiatan rutin yang itu itu saja. Berangkat, mengajar, pulang.
Apakah kita seorang guru yang mempunyai kebiasaan menulis di media sosial? Jika iya, berarti kita termasuk guru yang sangat beruntung. Kenapa? Karena ternyata kebiasaan menulis di media sosial mempunyai manfaat untuk proses mengembangkan potensi diri kita sebagai guru. Dengan membiasakan diri menulis, kita mendapat sekaligus dua keuntungan. Yaitu, menulis tidak hanya membantu kita mengembangkan kecerdasan kognitif tapi juga kecerdasan emosional kita.
Untuk membuat kita menjadi guru yang juga seorang penulis memang tidak mudah. Karena guru yang seolah tidak punya waktu khusus untuk menulis. Apalagi begitu banyak beban administrasi guru mulai dari RPP, Prota, Promes, membuat soal, mengoreksi, menyiapkan bahan ajar, media belajar, dan lain sebagainya. Dan lagi di saat pandemi covid 19 melanda seperti ini, pembelajaran harus bervariasi agar tidak membosankan bagi peserta didik.
Kenyataan seperti di atas jika tidak dijadikan sebagai alasan untuk tidak menulis pasti akan lebih menakjubkan. Penjelasannya, seandainya kita sebagai guru dengan tugas yang seabrek tapi tetap semangat untuk menjadi seorang penulis dan menghasilkan sebuah karya, hal itu akan menambah nilai plus bagi kita sebagai guru.
Menulis mempunyai beberapa manfaat antara lain yang pertama dari segi sosiologis, tulisan tersebut bisa mengedukasi masyarakat umumnya, dan untuk anak didik khususnya. Yang kedua dari segi psikis, akan muncul rasa puas dan bangga jika karya kita dimuat di Koran, terbit menjadi sebuah buku, menjadi sebuah karya ilmiah. Anak-anak kita, peserta didik kita akan juga ikut bangga pada kita sekaligus memberi contoh pada mereka.
Sungguh kepuasan tersebut tidak bisa digantikan dengan apapun. Manfaat yang ketiga adalah dari segi material, jika tulisan kita dimuat di koran tentu saja mendapatkan honor. Juga ketika buku kita laku terjual. Manfaat lain menjadi guru penulis adalah membantu penajaman berpikir, peka terhadap hal yang terjadi dan mencarikan jalan keluar terbaik.
Beragam inovasi pembelajaran yang kita buat akan lebih memberi faedah bila kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Berbagai permasalan yang dihadapi peserta didik akan bisa diselesaikan dengan baik bila diagnosanya diuraikan secara sistematis berbentuk deskripsi teks.
Jangan malas merangsang daya nalar berpikir supaya semakin berkembang. Melawan rasa ogah ogahan untuk berpikir dan berkreasi. Jika muncul ide segera tuangkan di sebuah catatan. Ide bisa dilihat dari hal yang terjadi di sekitar kita., dari media sosial yang kita hubungkan dengan dunia pendidikan. Tulis dulu pokok pikirannya, supaya tidak hilang begitu saja. Segera realisasikan dalam bentuk tulisan, agar tak menyesal jika kedahuluan orang lain.
Gunakan waktu senggang sebaik baiknya. Sebab waktu yang ada meskipin sangat sedikit dapat menambah khasanah tulisan kita.
Disadari atau tidak pekerjaan guru memang menggunung. Jadi omong kosong jika kita bisa menyelesaikan sebuah artikel dalam waktu singkat.bisa dilakukan secara bertahap tapi kontinyu. Fokus untuk bisa menyelesaikan sehingga memperoleh sebuah ending yang bagus.
Terus berlatih untuk menulis dan menulis. Bisa dimulai dari medsos yang kita punyai misalnya membuat status dengan tidak hanya unggah sebuah foto tapi juga diberi keterangan sebanyak mungkin yang bisa kita tulis. Menulis di blog,whatsapp, facebook, instagram, dan lain lain sangat cocok untuk latihan guru sebagai penulis pemula.
Di sela kesibukan kita melakukan pembelajaran kita asah kreativitas kita untuk menulis. Menjadi guru sekaligus penulis, kenapa tidak ?