Pilihan majalah Viralkata.com menjadi media lokal, karena memang situasi dan kondisi dunia media (cetak) saat ini tidak mudah. Tantangan dan persoalan yang dihadapi media nasional, semakin berat dan kompleksitas. Terutama yang terkait internal media itu sendiri, mulai SDM, pembiayaan, manajemen perusahaan serta berbagai instrumen media nasional. . Persoalan ekternal yang muncul terkait buget iklan yang turun drastis, tutupnya jaringan distribusi keagenan dan penjualan, hingga perubahan tren dari media cetak ke media digital. Semuanya menjadi distrupsi yang melemahkan media nasional.
Pilihannya adalah berkiblat pada media lokal. Media yang secara manajerial, format, konten, jangkauan, adalah serba lokal. Menentukan pilihan menjadi media lokal, persoalan yang dihadapi lebih sederhana. Meski memiliki ruan dan gerak yang terbatas, namun keterbatasan tersebut paralel dengan kondisi internal media lokal.
Namun peran-peran yand dapat dimainkan oleh media lokal banyak sisi, diataranya fungsi kontrol media lokal terhadap kondisi daerah masih bisa masif. Melakukan kritik terhadap kondisi pemerintahan di daerah, sesungguhnya terkait dengan fungsi media di tengah khalayak yang beragam.
Media massa berperan dalam penyebaran informasi yang memberikan manfaat kepada masyarakat. Craft, Light dan Godfrey.2001 (2001:6), menegaskan “ fungsi media dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum, yaitu informasi, hiburan, persuasi dan bisnis” .
Dari empat hal itu, informasi adalah hal yang paling penting bagi khalayak. Disamping itu, media telah menjadi sumber yang dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dari citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Pemberitaan media lokal tentang kekritisan terhadap pemerintah daerah tampak seperti berita dalam Kompas.com,tanggal 10Mei 2020. “Korban Kekerasan,Jurnalis Mengadu ke DPR.” Pada intinya menginformasikan bahwa Seorang jurnalis kontributor Vivanews, Harian Lokal Bintang Papua danThe Jakarta Globe, Banjir Ambarita (Bram), mengadukan tindakan kekerasan yang dialaminya kepada Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Gedung DPR, Jakarta.
Bram ditusuk oleh pelaku yang diduga oknum polisi di Jayapura, Papua. Berdasarkan berita tersebut, media lokal menunjukkan perhatiannya terhadap jalannya pemerintahan di daerah.
Informasi kekerasan terhadap wartawan akibat memberitakan perilaku aparat yang tidak bertanggungjawab, merupakan upaya media lokal menggambarkan realitas faktual tanpa reduksi atau penambahan untuk kepentingan kelompok. Media lokal benar –benar menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan lokal.
Namun bisa saja dalam kondisi tertentu, media lokal, tidak menjalankan realitas faktual ketika mengikuti atau tunduk terhadap sistem kekuasaan yang ada di daerah tempat media tersebut beroperasi. Artinya, ketika media lokal lebih mementingkan untuk mendukung pemerintahan di daerah atau menempatkan diri sebagi instrumen politik Pemda, maka sulit untuk memiliki independensi dalam pemberitaan.
Secara umum, berdasarkan UU No. 40/1999 tentang Pers tidak mengenal media lokal. Namun dalam UU No.32/2002 tentang Penyiaran, terdapat lembaga penyiaran publik yang terdiri dari Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia, yang beroperasi di daerah. Lembaga ini wajib independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan sosial untuk kepentingan masyarakat.
Dua peraturan tersebut, memberikan pedoman bahwa media wajib memberikan informasi transparansi dan independen. Dalam situasi perubahan politik di daerah, yang berjalan linier dengan dinamika politik nasional, kekuasaan pemerintahan di daerah tidak bisa menjadi pengendali informasi atau menempatkan media lokal sebagai instrumen politik pemerintah daerah.
Meskipun demikian, ternyata masih saja muncul korban kekerasan terhadap jurnalis yang berkaitan dengan transparan pemberitaan. Sebagaimana menurut Bram (korban/ jurnalis), bahwa ia menduga kuat penikaman yang diterimanya terkait berita investigasi tentang oknum polisi yang melakukan pemerkosaan terhadap seorang tahanan wanita di Rumah Tahanan Jayapura. Peristiwa tersebut dirahasiakan polisi dari publik dan keluarga wanita itu. Kasus ini, menunjukkan bahwa sejumlah entitas dalam pemerintahan tidak dapat menerima pemberitaan yang transparan menyangkut tindakan pemegang kekuasaan di daerah.
Padahal hak atas informasi adalah hak dasar yang melekat dalam diri manusia. Bill kovach dan Tom Rosenthiel menyebutkan sebagai naluri kesadaran manusia untuk mengetahui hal–hal diluar dirinya. Hak ini diakui dalam pasal 19 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia. Untuk itu, hak atas informasi harus terus dijaga dan diperjuangkan termasuk jika menghadapi manipulasi yang dilakukan oleh para pebisnis maupun pejabat pemerintah dan politisi.
Di era reformasi politik, hak atas informasi dan kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat, yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Media lokal sebagai saluran informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial harus bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan khalayak. Sebab, UU No.40/ 1999 tidak mengenal sensor, dan pembredelan atau pelanggaran penyiaran. Jadi media harus memiliki sensitivitas terhadap berita yang akan disiarkan kepada khalayak.
Namun sebagaimana dalam berita tentang jurnalis korban kekerasan yang mengadu ke DPR, media lokal harus mampu menempatkan dalam posisi yang independen. Sebab, meskipun tidak ada sensor, tetapi masyarakat ternyata masih belum bisa menerima kebebasan pers. Bukan berarti media lokal harus tunduk terhadap kekuatan aparat negara, tetapi harus memiliki kemandirian dalam pemberitaan.
Ketentuan tidak ada sensor,tentu saja tidak sebatas kepada media cetak tetapi juga menyangkut media penyiaran. Menurut Undang –Undang Nomor 32/2002, lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasata, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang melaksanakan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya berpedomanpada peraturan perundang –undang yang berlaku. Penyiaran diarahkan, antara lain untuk menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai –nilai agama serta jati diri bangsa, menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh sebab itu, kekritisan media lokal yang berujung kepada penganiayaan wartawan, tidak sejalan dengan prinsip yang terdapat dalam Undang –Undang Pers maupun UU Penyiaran yang memberikan perlindungan terhadap dinamika media lokal.