![](https://www.viralkata.com/wp-content/uploads/2020/11/ft-55.jpg)
Catatan Kritis SUYONO HS, S.H, M.Ikom- Redaktur Tamu Viralkata.com, Dosen UMJ Jember.
JEMBER-VIRALKATA.COM-Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, efektif tinggal sebulan lagi. Di Jember, tiga pasangan calon bupati, tampaknya memanfaatkan masa kampanye secara maksimal, untuk bisa memenangi pertarungan Bupati Jember 2020. Berbagai pola kampanye, mereka lakukan. Selain kampanye tatap muka, dengan mendatangi konstituen di berbagai pelosok desa, kampanye virtual di berbagai platform media sosial juga dilakukan.
Kampanye dilakukan oleh masing-masing paslon untuk mempromosikan dirinya agar terpilih menjadi Pilkada kali ini. Sehingga pertarungan kampanye menjadi isu panas dan tidak menutup kemungkinan terjadi permainan kotor dalam pelaksanaan kampanye seperti black campaign atau money politics.
Wajar saja. Mengingat, waktu kampanye yang disediakan KPU, tidaklah cukup untuk menyentuh seluruh calon pemilih, yang menurut data terakhir KPU Jember mencapai 1.825.386 pemilih. Di tambah, dengan luas wilayah yang tersebar di 31 kecamatan, 226 desa serta 22 kelurahan itu, mustahil bisa disentuh seluruhnya oleh para pasangan calon, dalam waktu yang relatif singkat.
Tak pelak, berbagai strategi kampanye dilakukan oleh para paslon dan juga jajaran tim sukses serta para relawannya, untuk bisa menggait simpati calon pemilih. Acara kunjungan ke desa, terus dilakukan para kandidat kepala daerah ini, baik pagi, siang dan malam. Tidak peduli panas dan hujan, mereka dengan setia turun ke masyarakat, untuk mengumpulkan pundi-pundi suara. Ya, itulah modal sosial yang mereka himpun lima tahun sekali, untuk sebuah kekuasaan.
Regulasi KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan revisi aturan yang melarang kampanye dengan cara menciptakan kerumunan masa, seperti rapat umum dan konser musik. Disamping juga membatasi pertemuan tatap muka, yang hanya boleh diikuti tidak lebih 50 orang saja.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 13 Tahun 2020, yang merevisi peraturan sebelumnya, diterbitkan tanggal 23 September 2020. Pada Pasal 58 Peraturan KPU tersebut, ditegaskan bahwa para kandidat dalam Pilkada serentak 2020, harus mengutamakan kegiatan kampanye di media sosial dan media daring.
Jika kampanye tidak dapat dilakukan melalui media sosial dan media daring, maka dibolehkan pertemuan tatap muka dengan jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 orang, serta menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pada pasal 88C, KPU dengan tegas melarang tim kampanye melaksanakan kegiatan yang biasanya mengumpulkan massa dalam jumlah besar seperti rapat umum, kegiatan kebudayaan seperti pentas.
Pengamatan di lapangan, dua metode kampanye tetap dilakukan para pasangan calon. Para kandidat bupati, tetap turun ke desa, menyapa masyarakat secara langsung, door to door, dengan berjalan kaki menelusuri kampung dan menyapa warga masyarakat. Sesekali mereka membagi masker, hand sanitizer, menyerahkan bantuan sembako, dan berbagai bentuk sumbangan lainnya. Di tempat lain, mereka menggelar rapat umum secara terbatas, di halaman dan rumah penduduk yang menjadi pendukung paslon.
Regulasi KPU terkait kampanye virtual, juga dimanfaatkan para paslon dengan maksimal. Terbukti dalam sebulan terakhir jagad media sosial “ramai” dan bahkan “penuh sesak” dengan berbagai postingan terkait figur paslon Bupati Jember 2020 ini. Pengamatan penulis, hampir semua platform media sosial, tidak luput dari “hingar-bingar” kampanye Pilkada. Mulai Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan berbagai platform lainnya, termasuk media online, ikut menyemarakkan kegiatan kampanye kali ini.
Namun, diantara semua platform media sosial, tampaknya Facebook lah yang banyak dipakai oleh pasangan calon dan tim suksesnya untuk bersosialisasi. Terbukti, sebulan terakhir, muncul begitu banyak grup di FB, yang siap di add. Disamping memanfaatkan grup FB milik masyarakat, seperti IWJ (info warga jember), SRJ (suara rakyat jember), SPJ (suara pilkada jember), dan berbagai grup lainnya, semua Paslon juga telah membuat Grup FB, dengan nama masing-masing. Meski demikian, para tim sukses dan relawannya, juga membuat grup dengan berbagai nama yang unik, untuk menarik simpati masyarakat.
Plus-Minus Medsos
Tentunya, kehadiran media sosial ini memberikan implikasi secara sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya. Sederet peristiwa dalam ber-media sosial yang terjadi di berbagai tempat termasuk di negara kita sebagai dampak kehadiran media sosial ini. Peristiwa-peristiwa itu dialami baik secara positif maupun negatif oleh para pengguna atau pemilik akun jejaring sosial.
Bahkan batas antara perbuatan ma’ruf (perbuatan baik) dan perbuatan yang munkar (perbuatan jahat) dalam ber-media sosial begitu tipis. Thomas L. Friedman menyitir, bahwa dunia ini menjadi begitu flat atau datar. Bahkan media sosial telah berhasil mendekatkan semua orang dan semua bangsa di berbagai belahan dunia (the world is flat). Kita juga harus mengakui adanya standar ganda dalam menilai penggunaan media sosial.
Di satu sisi kita memberi komentar miring mengenai buruknya dampak penggunaan media sosial untukb erkomunikasi, sementara di sisi lain kita juga menggunakan media sosial untuk berbagai aktifitas. Termasuk untuk berkampanye para paslon. Refleksi atau kajian yang bersifat etis dibutuhkan oleh masyarakat untuk menyadari berbagai implikasi yang bisa ditimbulkan dari perkembangan teknologi informasi dan dalam ber-media sosial.
Kita pun tahu bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mutakhir mampu menciptakan ruang publik baru. Media sosial kiranya tetap menjadi sebuah instrumen sosial untuk bisa menciptakan situasi bicara ideal bagi seluruh komponen masyarakat dalam mengkomunikasikan kepentigannya.
Setidaknya, dalam konteks Pilkada, ada beberapa keuntungan yang bisa diraih oleh pasangan calon bupati, dengan memanfaatkan media sosial untuk kegiatan kampanye. Diantaranya: pertama, menghemat cost politics (biaya politik). Mengingat dalam kampanye Pilkada kali ini semua paslon dituntut untuk tidak saja beradaptasi dengan berbagai kendala dan batasan yang ada, seperti menerapkan protokol kesehatan, physical distancing dan tatap muka secara offline. Mereka juga bias berkampanye secara virtual (daring), baik secara online melalui webinar, maupun memanfaatkan platform media sosial yang ada.
Kedua, setiap pasangan calon dituntut untuk melakukan penyesuaian secara radikal terkait dengan metode-metode kampanye yang dinilai efektif menjangkau para pemilih. Berbagai ide baru harus muncul dalam pelaksanaan pilkada di tengah pandemi. Kreativitas dan metode-metode kampanye yang dilakukan pun haruslah dipahami sebagai satu skema untuk menjangkau pemilih.
Ketiga, para pasangan calon bisa bertemu dan berdialog secara virtual langsung dengan pemilihnya. Sehingga, pasangan calon dapat mengemas dan mengajukan berbagai alternatif ide dan program dalam menjawab kebutuhan masyarakat pemilih sesuai dengan dinamika dan kekhasan masing-masing wilayah.
Keempat, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi ini, hendaknya dijadikan momentum bagi setiap pasangan calon untuk mengkompetisikan ide dan program-program alternatif sebagai cara yang otentik untuk mengatasi krisis. Karena pada dasarnya, kampanye politik digelar sebagai ajang adu gagasan dan ide-ide pembangunan yang konstruktif, yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
Namun faktanya, kehadiran media sosial belum banyak disentuh para paslon, untuk hal-hal yang positif. Tampaknya, baru Paslon No. 2, Hendy Siswanto, yang secara rutin memanfaatkan media sosial podcast dan youtube untuk menyampaikan gagasan dan program kerjanya, lima tahun mendatang, apabila mendapat mandate dari rakyat untuk memimpin Jember.
Sementara, Paslon No. 1, Faida, banyak di blow-up media online lokal Jember, saat berkampanye ke desa-desa. Selain diberitakan secara masif, Paslon petahana ini, juga “didukung” aktifitasnya melalu video, baik yang ditayangkan secara langsung maupun dalam bentuk rekaman yang diunggah di FB, IG, maupun Youtube. Untuk Paslon No. 3, Cak Salam, juga memanfaatkan media sosial untuk bersosialisasi seperti umumnya, pengguna media sosial.
Hasil penelusuran penulis, selama sebulan terakhir kampanye negatif terhadap pasangan calon terbanyak justru disebarkan melalui media sosial Facebook. Saat ini ada puluhan grup di FB yang dikelola oleh tim sukses Paslon dan para relawannya. Ini belum terhitung, postingan terkait Pilkada dari grup-grup FB yang sebelumnya sudah eksis. Ada grup FB yang netral untuk semua Paslon, missal IWJ (info warga jember), SRJ (suara rakyat jember), Jember Mencari Pemimpin, Pemkab Jember, Komunitas Orang Jember dan beberapa grup lainnya.
Untuk grup di facebook yang dibentuk oleh pendukung Paslon No. 1 (Faida-Vian) misalnya, yang saat ini eksis antara lain dr.Faida, MMR., GARDAKU 86 FAIDA, Faida-Vian, Faida2Periode, Faida, Dokter Faida, Pro Faida, Dokter Hj. Faida MMR On Camera, PRO FAIDA, SAHABAT FAIDA, Jember Maju, Rully Efendi, dan beberapa grup lainnya, baik yang terang-terangan mendukung maupun yang samar-samar.
Sedangkan untuk Paslon No. 2, grup yang dibentuk di FB antara lain Hendy Siswanto, Hendy, Hendy HSC Siswanto, Relawan Hendy Siswanto, Relawan Pemenangan Hendy Siswanto, Hendy Siswanto Center, Sekilas Info jember H. hendy Siswanto, Relawan Pemenangan H. Hendy Siswan-Gus firjaun (OFFICIAL), Djawara Jember, dan lain-lain.
Demikian juga pasangan No. 3, Cak Salam (Abdus Salam), antara lain Dulur Cak Salam, Konco Cak Salam, Kinansyah Adi (Cak Salam), LASKAR SALAM, Cak Salam Ifan Tanggul, BARISAN CAK IFAN ARIADNA BERSAMA, Sahabat SAIF JUARA, warung cak salam, Salam – Ifan Untuk Jember, dll.
Black Campaign
Tidak hanya untuk kampanye positif, media sosial sering digunakan untuk hal-hal yang negatif, seperti bullying (membuli orang lain), menebar hujatan, menebar kebencian, dan serangan ke pribadi orang-orang yang tidak disukai. Dalam dunia politik, media sosial juga banyak dipakai para politisi sebagai sarana berpolitik kotor, seperti melakukan black campaign. Caranya, dengan penyebaran hoax atau berita bohong atau palsu, melalui akun-akun media sosial.
Saat ini, sudah banyak bertebaran “akun-akun palsu” di grup whatsapp, facebook, twitter, dan juga instagram, untuk menjatuhkan pasangan calon yang menjadi lawan politiknya, dengan isu yang tidak benar atau dibuat-buat.
Dari penelusuran penulis, mendapati beberapa isu terkait black campaign, terutama di facebook, sudah menjurus pada upaya pembunuhan karakter (character assassination) pasangan calon yang akan berlaga di Pilkada, 9 Desember mendatang. Dan kampanye hitam ini, tidak hanya ditujukan pada satu pasangan calon. Karena semua Paslon, diungkap “sisi gelapnya,” di media sosial.
Tidak jelas, apakah ini bagian dari “strategi kampanye” masing-masing tim suskses atau relawan dari paslon, untuk meraih simpati dan suara calon pemilih. Atau ada pihak lain yang sengaja ingin memanaskan suasana. Beberapa postingan di facebook, memang ada yang masih pada skala normatif.
Salah satunya, unggahan di laman facebook, yang dialamatkan kepada dr. Faida, calon petahana yang kini berangkat untuk periode kedua melalui jalur independen. Kritik dari pengguna facebook, sebagian besar terkait dengan kinerja Bupati yang juga direktur RS swasta, selama memimpin Jember. Satu contoh, postingan Rony Sahputra di Grup Suara rakyat Jember, beberapa hari lalu: “Perasaan…aku tidak pernah menjelekkan Bu Faida. Aku hanya mengungkapkan 5 tahun kepemimpinan Bu Faida itu jelek dan tak amanat,” tulisnya.
Postingan serupa ternyata cukup banyak di facebook. Misalnya: “22 Janji Kerja apa sudah dipenuhi, kok sekarang buat janji lagi.” “Jargonnya pemimpin perubahan, ya berubah lebih buruk. Lihat banyak jalan di kota yang tol-ngantol. Apalagi di desa.” “Jawaban petahana, dia menyelamatkan uang rakyat. Tapi dibantah oleh Gubernur, saya yang memerintahkan menarik SILPA APBD Jember.” Dan berbagai “status” lainnya, yang tentunya dialamatkan pada Paslon No.1 pasangan Petahana.
Paslon lainnya ternyata juga nyaris tidak luput dari kritik para nitizen. Ada foto pasangan calon yang tengah bertakziah dan ikut mengusung keranda jenazah, dikritik sebagai upaya pencitraan. “Sebelum masa kampanye, hampir tidak pernah bertakziah, sekarang malah ikutan ngangkat keranda jenazah. Pencitraan.” Demikian juga, ada foto paslon bersama ulama, namun dianggap hanya kamuflase, untuk menutupi paham kelompok Islam radikal, dengan menunjukkan foto paslon bersama ulama asal Indonesia yang dikenal pemimpin Islam “garis keras.”
Tidak cukup dengan postingan berupa ungkapan terkait kelemahan paslon. Beberapa postingan lain di facebook, ada yang menyertakan potongan berita berupa screenshot dari pemberitaan di media massa dan media sosial, terkait dengan isu-isu hangat. Seperti isu korupsi dana bantuan sosial covid-19, yang diduga digunakan untuk kepentingan Pilkada. Masih terkait dengan isu korupsi, juga ada postingan di facebook, yang diambil dari berita beberapa tahun lalu, terkait dengan pemberitaan dugaan korupsi proyek rel ganda di Kementerian Perhubungan yang melibatkan salah satu paslon.
Bahkan isu-isu terkait dengan skandal seks dan perselingkuhan juga menyeruak di laman facebook. Ada isu penggerebekan oleh warga kampung, beberapa tahun silam terhadap seseorang. Dan yang bersangkutan saat ini ikut kontestasi Pilkada. Isu perselingkuhan juga dialamatkan kepada paslon yang lain, dengan menampilkan foto mereka berdua, kemudian ditambahkan kalimat di atasnya: “Kalau bukan masa pilkada, bodo amat dengan foto ini.”
Di masa kampanye ini, warga net, sudah seharusnya hati-hati dan waspada, agar tidak termakan isu yang menyesatkan. Karena itu kontrol akal budi dan sikap bijak dari para pengguna media sosial adalah senjata pemungkas dari semua permasalahan dalam ber-media sosial.