JEMBER-VIRALKATA.COM-Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, melihat berbagai persoalan yang muncul di permukaan antara lembaga legislasi DPRD dengan lembaga eksekutif bupati Faida, memiliki dampak yang luas. Secara internal munculnya konflik kedua belah pihak sangat berpengaruh terhadap kinerja DPRD. Secara eksternal harus menjawab berbagai persoalan yang terkait dengan Hak Interpelasi, Hak Menyatakan Pendapat hingga Pemakzulan bupati Faida. Belum lagi fakta politik tidak dapat disahkan Perda APBD tahun 2020, sangat berpengaruh terhadap program pembangunan di kabupaten Jember. Berikut ini hasil wawancara wartawan Majalah Viralkata.com dengan Itqon Syauqi menjawab berbagai pertanyaan tentang berbagai masalah Kabupaten Jember di ruang kerjanya.
Tidak adanya persetujuan Perda APBD Kabupaten Jember apakah karena DPRD dan Eksekutif tidak ada sepakat, ada apa sebenarnya?
Ya memang tidak ada sepakat diantara keduanya,.
Apa yang menjadi persoalan krusial yang sebenarnya?
Sebetulnya , yang menjadi persolalan itu terjadi semacam miss persepsi karena bupati memiliki tafsir tersendir dalam hal penyusunan APBD di kabupatn Jember. Dan ini tidak ada yang terjadi di kabupaten dan kota yang lain yang mempunyai persespi seperti bupati Jember.
Jadi bupati ini setiap melakukankan pembahasan yang terkait masalah APBD misalnya, bupati memposisi dprd ini sebagai sub koordinatif. DPRD dianggpnya pejabat sebagai lembaga wajib stempel dan wajib tandatangan dan menandatangani. Padahal sesuai dengan peraturan perundangan undangan yang namanya APBD itu dibahas oleh Bupati dan DPRD . tapi kenyataannya tidak ada yang namanya pembahasan. Adanya penodongan.
Ya sebetulnya ketidaksepakatan itu sudah di mediasi oleh Depdagri dan pernah dilaksanakan dengan Dirjen Keuangan Depdgari dan beberapa kali oleh pihak Gubernur
Memang tidak ada pengesahan. Akan terjadi preseden buruh bagi penegakan sistim penegakan demokrasi yang ada di NKRI. Tidak terbayangkan kalau preseden yang seperti ini akan ditiru kepala daerah daerah yang lain se Indonesia. Maka akan habislah keberadaan DPRD.
Padahal niat kami semata mata untuk mengawasi menyelamatkan uang rakyat jangan sampai satu rupiah pun orang rakyat itu tidak sesuai dengan peruntukannya. Dan terbukti lagi bahwa jember kemarin dinyatakan predikat disclaimer dari BPK .
Itu artinya apa?
Artinya memang bahwa tata keloloa keuangan pemerintahan sangat buruk dan perlu pengawasan yang sangat intens dari DPRD. Terutuama yang terkait dalam pengasawasan anggaran. Karena ketika tidak diawasi, terbukti BPK memberikan predikat disclamer atau predikat terburuk dalam tata kelola keuangan negara.
Fakta seperti ini ternyata bupati tidak merasa bersalah. Bupati merasa Jember tetap baik baik saja. Penyebabkannya itu tadi karena bupati punya tafsir sendiri tentang tata kelola keuangan dan itu berbeda dengan siapapun.
Kalau dalam APBD tahun 2020 tidak ada perda APBD , lantas solusinya?
Yaa terpaksa menggunakan Perkada .
Apakah pernah terjadi pada periode periode sebelumnya?
Tidak pernah, baru tahun 2020.
Terus konsekuensinya?
ketika menggunakan Perbup maka belanja yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah sangat terbatas. Dan itu merugikan masyarakat Jember . Usuan bupati APBD tahun 2020 sebesar 5,3 trliun. Tapi artinya ya tidak mungkin. Anggaran tahun sebelumnya, 4,4 triliun. Itu artinya ada uang sekian ratus mliiar yang mestinya dapat dimanfaatkan untuk masyrakat jember dan kemaslahatan masyrat jember. Belum lagi Silpa tahun sebelumnya juga tidak bisa diakses karena tidak ada perda APBD. Ketika perda APBD tidak ada maka tidak ada juga P-APBD. Karena tidak bisa diproses, maka P-APBDnya tidak ada. Itu juga lagi lagi ratusan miliar hangus. Akibatnya proses pembangunan dan lanyanan publik sangat berdampak .
Seandanya nanti bupati Faida terpilih kembali pada pilkada mendatang apa yang harus dilakukan, untuk memperbaiki konflik DPRD dan bupati ?
Kalau secara normatif namanya komunikasi antara eksekutif dan legilslatif yaa harus dibangun. Jujur saja kami tidk bisa memprediksi itu . Hanya saja sedikit visualisasi atau gambaran dari kami bahwa kalau itu terjadi bahwa secara politik bupati tidak mempunya kekuatan apa apa di parlemen.
Ini imbasnya ada dua , yakni boleh jadi justru tambah buruk tentang kelola pemeirntahan, tapi boleh jadi juga kalau bupati mau menurunkan egonya, memposisikan DPRD sesuai dengan eksistensinya sesuai dengan perundang undangan yang sejajar dengan Bupati , ya siapa tahu namanya saja dinamika politik, bisa jadi akan menjadi lebih baik.
Tapi kalau keyakinan anda?
Ya susah menjawab namanya dinamika politik , siapa tahu . Yang jelas 50 orang anggota DPRD yang merupakan represesantasi dari papol yang ada di jember, dalam hal ini bupati memposisi kan diri sudah berhadap hadapan dengan kita . Ini adalah fakta politik .
Saya selaku DPRD , tentu berharap ada perubahan di Jember. Karena dari sudut pandang DPRD, bupati yang saat ini yang sedang menjabat tidak bisa dipertahankan, tidak bisa dipertaruhkan, tidak bisa memperbaiki Jember lagi.