![](https://www.viralkata.com/wp-content/uploads/2019/01/bisnis-digital-763x405.jpg)
JAKARTA, ViralKata.com – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengungkap harga tiap kilobyte (KB) data internet yang dibeli masyarakat Indonesia semakin murah. Turunnya harga data internet ini, terjadi terlalu cepat sehingga membuat operator berdarah-darah.
“Tahun 2010, harga tiap KB data adalah Rp1, dalam 9 tahun harganya turun drastis menjadi Rp0,015/KB. Harga tiap Megabyte (MB) data pada 2019 juga turun minus 40 persen dibanding 2018,” papar Ketua Umum Mastel Kristiono.
Belum lagi dibebani operator masih memberikan layanan aplikasi seperti Youtube, Iflix dsb sehingga lebih terbebani. “Ini tidak wajar, ini jadi harus dibenarkan karena kalau tidak, hancur semua,” lanjut Kritiono seperti dilansir CnnIndonesia.com, Jumat (18/01).
Apalagi sebagian besar konten yang dikonsumsi masyarakat, bukan konten dalam negeri. Jadi, meski konektivitasnya tinggi, tetapi lalu lintas internet lari ke luar negeri. Situasi yang terjadi saat ini tidak adil bagi pada pemain lokal dan operator. Pemain OTT asing seperti Whatsapp, Line, dan Telegram menggerus layanan yang dulu dikuasai operator seperti SMS dan telepon.
Mereka mengambil alih layanan dan dibiarkan beroperasi di jaringan pemain telekomunikasi yang tiap tahun makin terseok-seok. Sebab, pendapatan mereka dari telepon dan SMS terus berkurang, sementara pendapatan dari internet tak seberapa. “Kami berharap peraturan mengenai Over The Top (OTT) dapat dikeluarkan tahun ini,” saran mantan Dirut Telkom.
Masalah lain, pertumbuhan dan kapitalisasi perusahaan telekomunikasi kalah agresif dari layanan yang menumpang di infrastruktur mereka. Meski trafik data internet naik 131 persen dan pembangunan BTS tumbuh 17 persen, tapi pendapatan operator dari jualan data hanya tumbuh 5 pesen. Total, penurunan pendapatan operator telekomunikasi di Indonesia turun mencapai minus 6,4 persen pada 2018.
“Ini masalah karena 4 perusahaan telko ini kalah pertumbuhannya dan kapitalisasinya dengan perusahaan yang menumpang pada [infrastruktur] telko seperti Gojek, Traveloka, Bukalapak dan Tokopedia. Padahal mereka perusahaan yang sudah ada puluhan tahun,” ujar Kristiono.
Untuk itu, pemerintah bisa ikut campur untuk mengurangi biaya frekuensi PNBP (penerimaan bukan pajak) yang ditanggung operator. “Semoga Departemen Keuangan ngerti juga karena telko ini infrastruktur penting dan strategis sama dengan transportasi,” lontarnya sambil menambahkan pemerintah perlu menentukan tarif atas dan bawah. Kebijakan ini diperlukan untuk menjaga persaingan operator agar lebih sehat. (R3)