JAKARTA, ViralKata.com – Dampak kasus korupsi terkait perizinan proyek perumahan Meikarta yang ditangani Lippo Group di Cikarang Kabupaten Bekasi, membuat konsumen ragu tentang impian memiliki rumah. Keraguan itu dilampiaskan dengan menarik kembali uang Nomor Urut Pembelian (NUP) atau booking fee dari agen pemasaran Meikarta. Namun dipersusah.
Konsumen Meikarta asal Tangerang Selatan bernama Fazri Zen mengaku sedang melakukan proses pengembalian dana (refund). Ia tidak sendirian, melainkan juga beberapa konsumen yang terhubung lewat grup percakapan whatsapp.
Fazri mengaku sudah membayar Rp 12 juta ke Meikarta. Dana itu terdiri dari uang pemesanan (booking fee) Rp 2 juta dan uang muka yang dicicil lima kali dengan total Rp 10 juta.
Fazri menerangkan pengajuan pengembalian dana sebenarnya sudah diproses sejak bulan lalu, atau sebelum KPK melakukan operasi tangkap tangan, Selasa (15/10). Alasannya, ada informasi-informasi yang kurang memberikan kepastian. “Ketika berita soal OTT KPK keluar, semakin yakin kalau refund ini keputusan tepat,” katanya seperti dilansir laman Republika, Kamis.
Ia menerangkan pihak Meikarta mengajukan beberapa syarat dalam pengembalian dana. “Setelah semua dokumen pengajuan terpenuhi, Meikarta janjikan uang kembali paling lama enam bulan dan itu full tanpa potongan,” ujar Fazri.
Keraguan terkait proyek Meikarta juga muncul dari bank selaku pemberi kredit. Manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menyetop kredit pemilikan apartemen (KPA) baru Meikarta akibat kasus dugaan suap terkait proyek itu.
Menurut Direktur BNI Tambok PS Simanjuntak, jumlah nasabah KPA BNI yang mengangsur apartemen Meikarta hanya sekitar 200 debitur dengan nilai Rp 50 miliar. Ia mengatakan para debitur Meikarta itu masih lancar membayar.
Namun, menimbang adanya kasus hukum, BNI tidak bisa memproses adanya kredit baru. “Ke depannya tentu untuk nasabah baru tidak bisa proses dulu sampai proses hukumnya selesai,” kata dia, Kamis.
Terkait 200 debitur, BNI juga akan melakukan review. “Dan, kajian hukumnya secara legal bagaimana penyelesaiannya,” kata Tambok.
Direktur BNI Bob T Ananta menambahkan, eksposur dari kredit Meikarta ini sangat kecil sehingga ia menegaskan nasabah BNI agar tidak perlu khawatir. “Jangan lihat angkanya, porsinya hanya sekitar 0,0001 persen dari total kredit BNI yang sebesar Rp 487,04 triliun. Jadi bagi BNI itu kecil sekali,” kata Bob.
Konsumen yang ragu, termasuk juga kreditur bagi para nasabah, berpotensi kembali menempatkan proyek ini dalam ketidakpastian. Karena itu, kelanjutan kasus ini akan tergantung seberapa penting keberadaan Meikarta di Bekasi.
Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau masyarakat agar tidak mudah tertipu oleh iklan pemasaran suatu hunian sebelum ada kejelasan mengenai legalitas perizinan pembangunan. Pernyataan itu dikeluarkan lantaran YLKI banyak menerima pengaduan dari calon pembeli apartemen Meikarta di Cikarang, Bekasi, pasca OTT KPK atas dugaan suap yang melibatkan beberapa pihak.
Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, mengatakan, sebagian besar aduan yang masuk ke pihaknya adalah mengenai kesulitan calon pembeli menarik kembali uang Nomor Urut Pembelian (NUP) atau booking fee dari agen pemasaran Meikarta.
“Kalau dari pengaduan yang banyak kami terima, mayoritas konsumen mengeluh karena sudah membayar booking fee yang harganya Rp 2 juta (per unit apartemen Meikarta), tapi enggak bisa ditarik,” jelas Sularsi seperti dikutip Liputan6.com, Jumat (19/10)
Dia menyayangkan hal itu terjadi, sebab YLKI sejak jauh-jauh hari sudah memperingatkan masyarakat agar teliti dan waspada dalam membeli hunian yang secara perizinan tidak beres. “Meikarta itu kan sebelumnya ramai mengiklankan dimana-mana soal pembelian hunian dengan booking fee murah dan pihak marketing janji itu bisa dikembalikan. Tapi sekarang, semuanya cuman janji manis,” keluhnya.
YLKI dari dulu sudah berikan public warning untuk tidak melakukan transaksi apapun kepada proyek yang belum jelas legalitas perizinannya. Itu supaya nantinya enggak menimbulkan masalah, sambungnya.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mendesak manajemen Meikarta untuk segera menjelaskan kepada publik terkait keberlanjutan proyek hunian berbentuk apartemen tersebut, apakah akan dilanjutkan atau diberhentikan.
YLKI juga memperingatkan pemerintah, untuk menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah melakukan transaksi pembelian, bila sampai proyek Meikarta nantinya harus dihentikan akibat perizinan yang belum beres atau masalah lainnya.
“Negara harus hadir menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah terlanjur melakukan transaksi pembelian. Sebab bagaimanapun hal ini merupakan tanggungjawab negara, dan merupakan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan,” tegasnya. (R3)