PANDEGLANG, ViralKata.com – Presiden Joko Widodo menyebut hingga saat ini belum bisa disimpulkan penyebab tsunami yang melanda Selat Sunda. Bahkan hal itu terjadi di luar perkiraan Badan Mateorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
“Ini betul-betul di luar perkiraan dari BMKG, karena sebelumnya, biasanya itu ada gempa terlebih dahulu, sehingga memang kita melihat kesiapan masyarakat, kesiapan yang baru berliburan, baik di Pantai Carita ini, juga di Pantai di Labuan, di Tanjung Lesung, di Sumur dan tidak memiliki untuk kesiapan untuk menghindar,” kata Jokowi saat meninjau lokasi bencana di Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Senin (24/12)
Terkait spekulasi tsunami yang terjadi karena longsor bawah laut dari gunung anak Krakatau, Jokowi menyebut, hal tersebut juga belum bisa disimpulkan. “Sekarang ini kan kita belum bisa menyimpulkan, kalau ini bukan dari gempa iya, tapi dari mana? Belum disimpulkan. Jadi jangan disimpulkan,” kata Jokowi.
Untuk itu, Jokowi memerintahkan BMKG untuk segera membeli alat deteksi dini tsunami. “Ke depan saya sudah perintahkan BMKG untuk membeli alat-alat deteksi early warning system yang bisa memberikan peringatan-peringatan dini kepada kita semua, pada masyarakat, sehingga masyarakat bisa menghindar secepatnya,” kata Jokowi.
Kepala Negara mengintruksikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) segera membeli alat pendeteksi dini tsunami untuk di Selat Sunda. Sehingga masyarakat dapat mengetahui secara dini datangnya bencana. “Saya perintahkan BMKG beli early warning system, alat pendeteksi dini pada masyarakat,” tegasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menyimpulkan terlebih dahulu penyebab tsunami di Selat Sunda. “Sekarang kita belum dapat menyimpulkan dari mana (penyebab tsunami), jangan menyimpulkan dulu,” ucapnya.
Sebelumnya, tsunami menerjang beberapa daerah di sekitar Selat Sunda yakni Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan pada Sabtu 22 Desember 2018, sekitar pukul 21.00 WIB.
Ketua Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Tiar Prasetya, mengatakan, alat pendeteksi tsunami (Buoy) untuk Perairan Selat Sunda, sudah lama hilang. Adapun alat tersebut merupakan milik Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT). “11 tahun yang lalu sejak 2007, enggak tahu ke mana. Buoy itu dari BPPT,” kata Tiar.
Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Senin (24/12) korban meninggal akibat tsunami Selat Sunda menjadi 281 orang. Selain itu, korban luka-luka juga bertambah menjadi 1.016 dan 57 orang masih dinyatakan hilang.
“Jumlah pengungsi juga bertambah menjadi 11.687 orang. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu-kapal rusak,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan resminya, Senin (24/12).
Hingga saat ini, sambung dia, penanganan darurat terus dilakukan di daerah yang terdampak tsunami di Selat Sunda. Prioritas penanganan darurat saat ini adalah koordinasi, evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban, pelayanan kesehatan, penanganan pengungsi, dan perbaikan darurat sarana prasarana yang rusak.
Korban dan kerusakan terdapat di lima kabupaten terdampak yaitu Pandeglang, Serang, Lampung Selatan, Tanggamus, dan Pesawaran. Daerah pesisir di Kabupaten Pandeglang paling banyak jumlah korban dan kerusakannya dibandingkan daerah lain. “Kemungkinan data korban dan kerusakan masih akan bertambah mengingat belum semua berhasil didata. Pendataan masih terus dilakukan oleh petugas,” ujar Sutopo.
Dijelaskan, dari 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang tersebar di lima kabupaten terdampak. Di Kabupaten Pandeglang tercatat korban 207 orang meninggal dunia, 755 orang luka-luka, tujuh orang hilang, dan 11.453 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 hotel dan vila rusak, 60 warung makan dan toko rusak, 350 perahu/kapal rusak, dan 71 unit kendaraan rusak. (R3)