FIGUR
Sujatmiko Lulusan Fak Sastra Sukses Jadi Dubes
Sujatmiko, alumnus Fakultas Sastra Universitas Jember (Unej) tak bisa dianggap remeh. Mahasiswa jurusan Sastra Inggris angkatan 1979 ini memberi contoh dengan dirinya sendiri, yang merintis dari nol di Kementerian Luar Negeri. Yang akhirnya, melabuhkannya pada jabatan prestisius sebagai Diplomat. Menjadi Duta Besar, bahkan dua kali.
Pada Februari 2018 lalu, Presiden Jokowi melantik 17 duta besar baru RI untuk negara-negara sahabat, termasuk Jatmiko di Istana Kepresidenan Jakarta. Yang mengagumkan bagi karir Sujatmiko– yang melanjutkan studinya seusai di Unej pada 1985, yakni di University of Wollongong, New South Wales, Australia (1990) dan bersamaan juga di Australian National University, Canberra (1993) serta menjalankan tugas aktif sebagai pegawai negeri di lingkungan Kemenlu. Tahun ini, Sujatmiko terpilih yang ke- 2 kalinya, setelah pada 2010, Sujatmiko, menggapai puncak karirnya sebagai diplomat dengan menjadi Dubes RI untuk Sudan dan Eritrea (2010—2014).
Tim Redaksi dan Bisnis majalah @ccess menemuinya di kantornya di Jalan Merdeka Barat No.3, Jakarta, awal tahun ini, saat ia masih menunggu pelantikan penunjukannnya sebagai Duta Besar. Sementara waktu, ia menjabat sebagai Deputi Menko Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dibawah Menteri Koordinator Puan Maharani.
Putra Tulungagung, yang lahir pada 20 Agustus 1959 ini menyambut penulis dan Tim Majalah @ccess dengan ramah dan bercerita dengan semangat menyoal bagaimana membangun karirnya dari nol, mengobarkan rasa percaya dirinya terus-menerus. Ia sangat yakin, dan siap menjalankan tugas sebagai diplomat, meskipun begitu banyak hambatan-hambatan secara internal dalam tubuh Kemenlu dan kondisi politik dalam negeri yang membuat atasannya pada masa lalu bergantian memberi tugas yang berbeda dan menantang.
“seharusnya, menjadi alumni Unej jangan pernah rendah diri. ujarnya memotivasi. Yang paling mengesankan bagi Sujatmiko adalah, tatkala ia ditugaskan di Sudan, mengalami apa yang disebut suasana Perang Saudara Sudan Selatan, yakni konflik yang berlangsung di Sudan Selatan antara pasukan pemerintah melawan pasukan oposisi. Bahkan pada Desember 2013, terjadi perebutan kekuasaan politik antara Presiden Kiir melawan mantan wakilnya Riek Machar. Perang mengoyak-oyak Sudan, memunculkan Gerakan Pembebasan Sudan Selatan yang memicu perang sipil, dan Pasukan Uganda dikirim untuk membantu pemerintah Sudan Selatan dalam upaya pemadaman pemberontakan.
“Saya sudah punya trik-triknya bagaimana melakukan pendekatan ke orang, apakah itu pengusaha, pemerintah, atau media di negara setempat. Saya yakin bahwa I can do more di Brunei untuk kepentingan Indonesia dengan adanya pengalaman yang saya miliki, bahkan pada masa-masa yang sulit di Sudan” ujarnya
Sujatmiko hari-hari ini mengemban tugas dengan fokus peningkatkan investasi, memajukan perimbangan perdagangan dari dua arah. Selain, memaksimalkan upaya perlindungan kepada warga negara Indonesia di sana.
Menurut Sujatmiko, Brunei dalam realitas adalah negara kecil, tetapi kaya. Target Dubes adalah menarik investasi dari Brunei ke sektor yang sedang digerakkan oleh pemerintah Indonesia, seperti pembangunan infrastruktur. Sebuah tata kerjasama yang saling bermanfaat, mendukung pembangunan di Indonesia, sekaligus Brunei bisa memanen hasil investasi. Sementara untuk urusan perdagangan, Sujatmiko akan menggerakkan perdagangan, mekipun kita tahu Indonesia bukanlah eksportir terbesar ke Brunei, yang kita dalam jumlah dan kualitas masih kalah ekspor ke Brunei dari negara-negara Malaysia dan Singapura.
“Kita wajib memastikan adanya direct trading, seperti Malaysia dan Singapura yang mereka sudah ada kerja sama perdagangan, sehingga ada perjanjian bebas pajak dan tentunya harganya menjadi lebih murah” ujarnya, ketika ditanyakan kiat untuk menggenjot ekspor Indonesia ke Brunei.
Jadi, menurut Sujatmiko, Indonesia seharusnya mampu menembus langsung pasar Brunei, tanpa harus melewati dua negara tetangga kita itu, dan harga pastilah bisa bersaing. Salah satu kiatnya “membuka jalur-jalur langsung melalui darat, laut dan udara. Yang akan saya lakukan adalah jika pesawat Brunei Darussalam mau ke Indonesia, pesawat Indonesia juga harus bisa masuk ke Brunei”tegasnya.
Yang menarik bagi Sujatmiko adalah jalur laut ke Brunei, yang jika darat via bus mengakses jalur wilayah Kuching, baru ke Brunei. Sujatmiko yakin, akan mengintensifkan daerah perbatasan di Entikong. Dengan memprioritaskan daerah-derah perbatasan, hingga memunculkan free trade zone. Meski Entikong bukan perbatasan langsung; sebab wilayah Malaysia, seharusnya kita mampu membangun terobosan-terobosan agar mampu mengakses Brunei, tentu dengan elegan.
Ditanya tentang strategi diplomasi zaman Now, Sujatmiko menerangkan bahwa diplomasi tentunya terkait dengan negosiasi, berunding, ketemu orang lalu buat laporan dikirim lewat fax rahasia, memakai berita kawat. “Zaman now harus berbeda; kenapa tidak menggunakan media sosial? Toh, informasi bisa terkirim lebih cepat, tanpa mengurangi nilai kerahasiaan infomasi” ucapnya.
Yang lainnya, menyoal promosi produk Indonesia, tidak cukup dengan pameran-pameran dan brosur, maka bisa saja menggunakan video pendek via youtube. “Kita akan menggali, how we promote Indonesia menggunakan teknologi baru, laporan teknologi baru. Cara saya mendekatkan orang juga lebih mudah” imbuh Sujatmiko.
Sementara itu, pertengahan Juni lalu (Tenaga Kerja Indonesia )TKI kita di Brunei mengalami musibah. Terjadi kebakaran hebat di wilayah asrama dan pemukiman TKI, dan ini dibuktikan Sujatmiko tentang tugasnya untuk melindungi warga negara. Ia, akhir Juni lalu, langsung menyambangi kompleks yang mengalami kebakaran.
Sujatmiko M.A, pada 28 Juni, mengunjungi enam belas orang TKI yang menjadi korban kebakaran di daerah Madewa, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Dalam kesempatan itu, ia menyerahkan donasi.. Selain itu, KBRI Bandar Seri Begawan masih memberikan pendampingan bagi para korban, baik dalam pengurusan dokumen-dokumen yang terbakar maupun dukungan secara moril. KBRI jugamengkoordinir penggalangan bantuan, baik dalam bentuk uang maupun barang-barang, untuk meringankan beban para korban (bambang asrini widjanarko)