Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, Sabtu 21 Agustus 2021, menyelenggarakan kegiatan Dialog Online bertajuk “Perempuan dan Kemerdekaan: Menjadi Agen Perdamaian dan Teladan yang Menginspirasi”.
Dimoderatori oleh Prof. Nurul Barizah, Ph.D. dan Faridatul Hanum, M.Kom.I., dialog ini menghadirkan keynote speaker Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, bersama empat narasumber, yakni: Hj. Siti Dalilah Candrawati, M.Ag. (Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur), Hj. Masruroh Wahid (Ketua Muslimat NU Jawa Timur), Dr. Hesti Armiwulan, M.Hum. (Ketua FKPT Jawa Timur), dan Dr. Andriyanto, S.H., M.Kes. (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Jawa Timur).
-
Peserta yang hadir dalam zoom meeting mencapai 200 orang dari berbagai latar belakang organisasi dan profesi yang tinggal di berbagai wilayah Indonesia.
Mengambil momentum hari kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus dan bertepatan dengan hari Hari Peringatan dan Penghormatan Internasional untuk Para Korban Terorisme atau International Day of Remembrance of and Tribute to the Victims of Terrorism tanggal 21 Agustus.
Kegiatan dialog online menyoroti dinamika peran dan posisi perempuan dalam fenomena radikalisme dan terorisme di Indonesia kontemporer.
Paparan Nurul Barizah (Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, FKPT Jawa Timur) dalam pengantar diskusinya menunjukan adanya peningkatan keterlibatan perempuan dalam aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Pada kasus radikalisme dan terorisme di Indonesia saat ini, perempuan tidak hanya menjadi korban tetapi juga aktor yang berperan aktif dalam melakukan aksi, seperti Yulia Novi yang merencanakan bom bunuh diri di Istana Negara tahun 2016, kasus pengeboman gereja di Surabaya yang melibatkan keluarga termasuk anak-anak kecil, dan terakhir penembakan di Mabes Polri yang dilakukan seorang diri oleh Zakiah Aini.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya pergeseran peran pelaku terror, perempuan tidak hanya berada di belakang layar, tetapi menjadi pemeran utama aksi terorisme.
Kepala BNPT, Boy Rafli Amar, dalam pidato kuncinya menekankan perluasan pelaku radikalisme dan terorisme didorong oleh tingginya penggunaan internet dan masih rendahnya tingkat literasi digital masyarakat Indonesia.
Boy Rafli Amar menambahkan saat ini bangsa Indonesia tidak hanya bergulat melawan virus Covid-19, tetapi juga kita masih melawan virus radikalisme dan terorisme yang tidak meredup meskipun dimasa pandemik, setidaknya ini tampak dari operasi penangkapan yang dilakukan Densus 88 Polri terhadap tersangka teroris di Indonesia.
Organisasi Perempuan seperti Aisyiyah dan Muslimat telah bekerja memberikan pemberdayaan ekonomi dan sosial kepada perempuan berdasarkan segmen keanggotaanya. Muslimat misalnya, menurut Masruroh Wahid anggotanya banyak tersebar di daerah pedesaan sehingga aktivitas organisasi terkonsentrasi pada persoalan-persoalan masyarakat pedesaan termasuk isu radikalisme dan terorisme yang melibatkan perempuan.
Meskipun demikian, di Muslimat juga aktif memberdayakan perempuan di kalangan perkotaan. Sejalan dengan itu, Aisyiyah juga melakukan hal yang sama walaupun jumlah anggotanya banyak tersebar di kawasan perkotaan.
Kedua organisasi perempuan terbesar di Indonesia ini mengambil pendekatan tengah atau moderat dalam berdakwah. Kerja-kerja organisasi Aisyiyah, menurut Siti Dalilah Candrawati, mengikuti Muhammadiyah yang beridentitas Islam Moderat-Berkemajuan (Wasathiyah).
Terkait dengan hubungan antara pemerintah/negara dan organisasi masyarakat dalam pencegahan radikalisme dan terorisme di kalangan perempuan, Masruroh Wahid menilai bahwa masing-masing pihak harus sama-sama berperan sesuai dengan cakupan aktivitas organisasi.
Pemerintah harus berperan aktif dan organisasi kemasyarakatan atau masyarakat sipil tidak boleh menunggu pemerintah dalam beraktivitas mencegah radikalisme dan terorisme dikalangan perempuan.
Selanjutnya adalah kolaborasi dan sinergi atas kerja masing-masing pihak.
Kepala Dinas P3AK Jawa Timur, Andriyanto menjelaskan program pemberdayaan sosial-ekonomi pemerintah provinsi kepada perempuan dan anak korban terorisme. Lebih lanjut, Andriyanto berkeyakinan bahwa ekonomi adalah faktor determinan pemicu munculnya radikalisme dan terorisme di Jawa Timur, termasuk kalangan perempuan dan anak.
Untuk itu, program pemberdayaan ekonomi perempuan dan anak menjadi penting untuk diutamakan. Kolaborasi dan sinergi dengan organisasi kemasyarakatan di Jawa Timur tetap dilakukan oleh pemerintah daerah.
Hesti Armiwulan, Ketua FKPT Jawa Timur, menutup paparan sesi pembicara dengan menyatakan pentingnya pilar-pilar berbangsa antara lain: Pancasila, NKRI, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, negara hukum, sebagai pondasi bagi masyarakat Indonesia.
Pondasi ini yang membedakan cara bangsa Indonesia dalam mencegah radikalisme dan terorisme.
Pada akhir kegiatan ini, FKPT Jawa Timur mengumumkan berbagai kompetisi terkait pencegahan radikalisme dan terorisme, seperti: Lomba Guru Pelopor Moderasi Beragama dan Karya Tulis Bunga Rampai dengan tema Inspirasi Perempuan: Teladan, Optimis dan Produktif (TOP).
Antusias peserta mengikuti Dialog Online tampak dari jumlah peserta yang masih ratusan walaupun acara berakhir lebih lama 30 menit dari jadwal. (gih)