Jakarta, Ratusan ribu guru honorer hingga kini belum jelas nasibnya terkait pengangkatan menjadi Aparatur Sipil Nagera (ASN). Hal tersebut menjadi salah satu fokus pembahasan di Komisi X DPR dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan.
Pernyataan tersebut disampaikan Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnomosidi dalam acara Webinar Nasional dengan tema “Guru Honorer, Nasibmu Kini” yang digelar Jumat, 12/03/2021 melalui Zoom dan live di youtube.
Menurut Muhamad Nur, komisi X DPR mendorong pemerintah untuk berlaku adil terhadap nasib para guruhuam honorer. “Pemerintah cenderung menyelesaikan masalah guru honorer dari sisi kepastian hukum dan bukan dari bukan keadilan hukum. Pemerintah dalam hal ini kemendikbud berpegang pada peraturan UU ASN sebagai dasar pengangkatan penerimaan CPNS atau PPPK dengan batas 35 tahun,” ujar politisi Golkar ini.
Dalam raker dengan pemerintah, lanjut Muhamad Nur, Mendikbud memberikan penawaran guru honorer PPPK dengan masa pengabdian lebih 3 tahun diafirmasi dengan point 75 dari 500 point atau 15 persen. “Bayangkan, dengan pengabdian 3 tahun hanya diskor 15 persen. Sementara ada yang masa pengabdiannya 5-30 tahun. Ini sanagat tidak adil dan zalim. Kita akan lawan bersama-sama,” ujar Muhamad Nur berapi-api.
Menurutnya, melalui Panita Kerja (panja) yang telah dibentuk, komisi X mengusulkan agar pembukaan CPNS dan PPPK khusus kementerian pendidikan dan kebudayaan diberikan fomasi khusus sambil memperjelas konsep PPPK dengan mempertimbangkan aspirasi para Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Plus (GTKHNK35+)
Pada kesempatan yang sama Ketua GTKHNK Wilayah Jawa Timur Muhammad Yudha menceritakan mirisnya nasib guru honorer di wilayah Bondowoso yang hanya mendapat gaji sebesar Rp. 100.000 perbulan. “Dilapangan, banyak guru honorer dengan masa pengabdian yang mencukupi tapi honor 15 tahun hanya seratus ribu rupiah itupun sebatas dari sekolah atau dana BOS yang dikeluarkan triwulan. Bahkan ada yang masa kerja 5 tahun digaji nol rupiah,” ujarnya.
Terkait skema afirmasi, usia 40 tahun dengan skor angka 15 persen, Muhammad Yudha menilai kebijakan tersebut kurang tepat. “Harusnya afirmasi dimulai pada usia 35 tahun keatas karena meraka juga menjadi korban dari regulasi moratorium PNS 8 tahun,” tambahnya.
Untuk itu, Ia mengusulkan alternatif grade afirmasi sesuai usia seperti usia 35-40 tahun dengan afirmasi 50 persen, Usia 40-45 tahun dengan afirmasi 60 point, usia 50-55 tahun dengan afirmasi 80 persen dan usia 55-60 tahun dengan afirmasi 95 persen.
Selain itu ia juga meminta pemerintah memberikan penghargaan pada masa pengabdian pada para guru honorer ini seperti yang diberikan kepada pada bidan PTT dan Sekretaris desa yang diangkat melalui keputusan presiden beberapa waktu lalu.
Direktur Pemberitaan Media Grup Usman Kansong dalam kesempatan yang sama mengatakan kasus guru honorer merpakan sebuah ironi, dimana kini banyak anak didik yang sudah menjadi ASN, namun para gurunya masih berstatus honorer. “Media massa sangat konsen memperjuangkan nasib pada guru honorer untuk menjadi ASN tanpa dipersulit adanya birokrasi yang njlimet. Jangan ragukan kemampuan mereka yang telah mengabdi puluhan tahun untuk mendidik,” ujarnya.
Menurutnya, meski ada banyak persoalan teknis seperti terhanjal UU ASN, namun afirmasi action harus segera dilakukan pemerintah untuk mengangkat 1 juta guru menjadi PPPK atau tenaga kontrak. “Pasti ada jalan lain untuk bisa mengangkat guru honorer menjadi ASN. Bisa melalui Perpres atau Kepres seperti tahun 2008 ketika mengangkat Bidan PTT dan perangkat desa menjadi PNS,” Tandasnya.