JEMBER-VIRALKATA.COM-Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, melihat berbagai persoalan yang muncul di permukaan antara lembaga legislasi DPRD dengan lembaga eksekutif bupati Faida, memiliki dampak yang luas. Secara internal munculnya konflik kedua belah pihak sangat berpengaruh terhadap kinerja DPRD. Secara eksternal harus menjawab berbagai persoalan yang terkait dengan Hak Interpelasi, Hak Menyatakan Pendapat hingga Pemakzulan bupati Faida. Belum lagi fakta politik tidak dapat disahkan Perda APBD tahun 2020, sangat berpengaruh terhadap program pembangunan di kabupaten Jember. Berikut ini hasil wawancara Singgih Sutoyo, wartawan Majalah Viralkata.com dengan Itqon Syauqi menjawab pertanyaan tentang berbagai masalah Kabupaten Jember di ruang kerjanya.
Sampai saat ini sampai tahapan mana, hak pengajuan pendapat itu dikirim ke MA ?
Ini mau dikirim ke MA karena kemarin ada beberapa dokumen yang perlu kami lengkapi, memang tidak ada batas waktu untuk mengirim berkas . Yang ada batas itu dipihak MA begitu berkas HMP diterima dan diregertrasi di MA, maka MA harus sudah memutuskan paling lama 1 bulan. Rencana dalam minggu ini dikirim.
Apakah DPRD pada periode yang lalu, persoalan tentang munculnya konflik dengan eksekutif bisa diselesaikan?
Saya tidak tahu, karena orang baru.
Pada saat periode yang sekarang ini, ada semacam tumpukan masalah mulai dari interpelasi sampai Hak Menyampaikan Pendapat, kenapa dalam periode kurun waktu 1 tahun muncul masalah masalah krusial?
Menurut saya karena keengganan bupati untuk menindaklanjuti persoalan persolan itu. Contohnya, yang terkait dengan interpelasi , wartawan ada yang tanya , apa hadir dalam sidang interpelasi di DPRD, bupati jawab , gak penting!
Itu artinya sudah menciderai pilar demokrasi yang berlaku dalam sistim pemerintahan. Antar lembaga itu harusnya saling menghargai. Secara perundangan bahwa DPRD itu bukan bawahan bupati tapi sejajar. Pada saat sidang interpelasi bupati tidak datang, karena dianggap tidak penting.
Padahal yang terkait dengan interpelasi , hak menyatakan pendapat hak angket , semua itu sebetulanya persyaratannya sangat sulit, sangat jarang terjadi di pemerintahan kabupaten atau di kota yang lain. Sangat jarang meskipun ada. Tidak pernah ada yang namanya hak angket dan hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat disepakati seluruh anggota DPRD . disetujui seluruh fraksi , hanya di kabupaten Jember ini yang terjadi.
Akhirnya muncul pertanyaan ada apa sebenarnya . makanya sangat logis kalau disimpulkan ternyata karena komunikasi yang sangat buruk antara DPRD dan bupati.
Secara fisik jarak kantor antara DPRD dan bupati sangat dekat , kenapa sulit dilakukan perbaikan komunikasi oleh para pihak?
Kami dari DPRD sudah sering berkirim surat kepada bupati minta untuk menindakllanjuti terhadap berbagai pesoalan persoalan tapi tidak ada tindaklanjut .
Dan ini diperparah lagi , kalau kami memanggil OPD sering kali dipersulit oleh bupati. OPDnya dilarang hadir oleh bupati ke DPRD.
Saya sudah melihat bahwa semua ini artinya bupati anti pengawasan , tidak mau diawasi oleh pihak manapun. Padahal pengawasan itu melekat pada atributit DPRD.
Bayangkan bila pemerintah tanpa pengawasan yang terkait pengolahan keuangan negara dan jalannya pemerintahan apa yang terjadi. Akhirnya terbukti Jember misalnya tahun 2019 tidak mendapatkan kuota CPNS, 700 pejabat tidak naik pangkat , itu hanya beberapa contoh. Semunaya menunjukan tata pemerintahan yang tidak bagus dan bermasalah. Sebetulnya kami sudah melakukan konsultasi dengan pihak vertikal dalam ini gubernur tetapi tetap saja tidak ada perubahan dari pihak eksekutif.
Apa dampak yang ditimbulkan adanya ketidak harmonisan antara DPRD dengan eksekutif ?
Yang jelas berdampaknya merugikan rakyat. Misalnya ketidak adanya Perda APBD , itu sangat merugikan rakyat Jember karena belanja pemerintah daerah menjadi sangat terbatas .
Padah saat kabupaten atau kota yang lain saling bahu membahu, tapi sebaliknya Jember tidak bisa melakukan apa apa .(Bersambung)