
JEMBER-VIRALKATA.COM-Kabarnya KPU Jember menetapkan pekan pertama September 2020 sebagai jadwal pendaftaran paslon Bupati-Wakil Bupati. Tetapi, hingga akhir Agustus belum ada partai yang menerbitkan rekomendasi paslon kecuali Gerindra, Demokrat dan Partai Berkarya. Ada yang masih akan melakukan simulasi elektabilitas, ada pula yang masih berkutat dengan dinamika internal yang belum terlihat ujung dan juntrungnya. Beberapa indikasi juga memperlihatkan berlangsunya dinamika membangun koalisi, karena tidak satu pun parpol di Jember yang bisa memberangkatkan sendiri paslon Bupati-Wakil Bupati.
Entah apa penyebabnya. Tetapi kalau boleh menduga parpol memutuskan bersikap ekstra hati-hati. Peta politik sepertinya sangat dipengaruhi oleh munculnya paslon yang berangkat dari jalur perseorangan. Taruhannya menjadi sangat besar. Akan menjadi pukulan lumayan telak jika paslon yang diusung parpol kalah dari paslon yang berangkat dari jalur perseorangan.
Dalam demokrasi perwakilan keberadaan parpol adalah keharusan. Maksudnya, dalam demokrasi perwakilan parpol adalah organisasi politik yang tidak boleh tidak ada. Ketika paslon yang diusung parpol tumbang, maka orang bisa dipastikan bakal mengaitkannya dengan derajat keterwakilan antara parpol dan konstituennya. Kemenangan paslon perseorangan dilihat sebagai pertanda derajat keterwakilan antara parpol dan konstituennya rendah. Ketika derajat keterwakilan antara parpol dan konstituennya rendah, maka bersamaan dengan itu kepercayaan terhadap parpol juga merosot.
Dalam konstelasi politik dan suasana kebatinan seperti itu wacana kontestasi head to head dianggap relevan. Marwah parpol sebagai instrumen demokrasi perwakilan harus diselamatkan. Maka, ada pihak yang merasa perlu menginisiasi terbangunnya koalisi besar. Koalisi seluruh parpol yang punya kursi di parlemen. Pada awalnya komunikasi politik antar parpol terlihat cukup intens. Tetapi relevansi kontestasi head to head demi menyelamatkan warwah parpol sepertinya berhenti hanya sampai pada tingkat wacana.
Al hasil, kontestasi tidak lagi head to head. Yang muncul dalam kandidasi ternyata lebih dari 2 paslon. Bukan hal yang mengherankan. Masing-masing parpol tentu memiliki agenda sendiri. Parpol mestinya juga sudah berhitung dengan cermat. Hitungan parpol tentu berbeda dari hitungan awam. Sangat mungkin pikiran awam menangkap kesan koalisi besar sulit terbangun karena urusan politik adalah urusan tentang “siapa mendapat apa kapan dan bagaimana”
Parpol bersikap hati-hati, ini juga kira-kira, karena sangat berkepentingan terhadap pilkada serentak. Mereka berpikir bukan hanya dalam konteks lokal, melainkan nasional. Mereka pasti pasang target memenangi pilkada di sebagian besar daerah. Pilkada tahun ini diselenggarakan di 261 Kabupaten/Kota. Menang di sebagian besar pilkada bagi parpol adalah kapital yang sangat berarti. Kapital untuk hajat pemilu 2024. Bisa diduga political mapping (pemetaan politik) sudah dibuat jauh-jauh hari sebelum pilkada. Sebegitu rupa sehingga parpol pasang target harus menang di lebih dari separo daerah yang menyelenggarakan pilkada. Jadi, menang di sebagian besar pilkada bagi parpol juga sebuah keharusan.
Begitulah, akhirnya bisa dipahami, mengapa rekom parpol untuk paslon Bupati -Wakil Bupati Jember tidak segera terbit, bahkan hingga menjelang masa-masa pendaftaran paslon. Parpol rupanya sedang dalam dilema.